Gunungkidul
Kekeringan, Warga Dusun Baturturu di Gunungkidul Mengambil Air dengan Toples di Sumur Bor
Sempitnya diameter sumur bor menghambat dirinya beserta warga sekitar untuk mengambil air dari sumur tersebut.
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribunjogja Wisang Seto Pangaribowo
TRIBUNJOGJA.COM,GUNUNGKIDUL - Kondisi geografis di Desa Mertelu, Kecamatan Gedangsari yang berupa pegunungan serta jalan yang sempit membuat para sopir truk tidak berani untuk melakukan dropping air.
Hal tersebut membuat harga satu tangki melambung tinggi hingga Rp 350 ribu, sehingga mengharuskan warga memutar otak untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Seperti yang dialami oleh Pariman (55) Warga dusun Baturturu, Desa Mertelu yang mengharuskan dirinya mengambil air dari bekas sumur bor yang berukuran kurang lebih 30 centimeter.
Tiap harinya dirinya harus rela berjalan dari rumahnya menuju sumur bor dengan jarak 1 km.
Sempitnya diameter sumur bor menghambat dirinya beserta warga sekitar untuk mengambil air dari sumur tersebut.
Baca: Dropping Air ke Nyemani Terkendala Medan Terjal
Ia bersama warga harus mengambil air menggunakan toples yang yang diberi tali untuk meraih permukaan air, setelah toples berada pada permukaaan air harus kembali didorong menggunakan air agar air dapat masuk ke dalam toples.
"Maklum dengan kondisi alam seperti ini harga satu tangki airnya menjadi melambung, karena sedikit juga sopir yang berani untuk menuju kemari," katanya, Jumat (14/9/2018).
Untuk mengisi satu jeriken air berkapasitas 10 liter harus memakan waktu hingga 30 menit hingga 1 jam.
"Harus diambil dengan menggunakan toples seperti ini karena tidak bisa dialirkan dengan pompa air," katanya.
Ia mengungkapkan air yang didapat dipergunakan untuk memasak dan minum saja sedangkan untuk mencuci dan mandi menggunakan sumur yang berada di tengah sawah.
Baca: Terdampak Kekeringan, Warga Dusun Legundhi Gunungkidul Ambil Air dari Pipa PDAM yang Bocor
"Berjalan dari rumah menuju sawah lumayan jauh mau bagaimana lagi itu untuk menghemat air," katanya.
Sementara itu tokoh masyarakat Desa Mertelu, Tugiman mengatakan untuk membangun perpipaan terkendala dengan kondisi geografis.
"Saat ini kami sedang merancang program Sarana Air Bersih (SAB) atau pengeboran, kami juga terkendala anggaran jadinya tidak maksimal," katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Edy Basuki mengakui bahwa untuk melakukan dropping air di desa Mertelu tidak semua sopir berani.