Menyambangi Museum Nasional Jakarta
Jejak Kejayaan Masa Silam: Inilah Deretan Harta Karun Emas dari Wonoboyo, Klaten
Kekayaan nasional ini ditemukan tahun 90an oleh para penggali pasir di Dusun Plosokuning, Wonoboyo, Jogonalan, Klaten.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Ahli sejarah kuno Mataram dari FIB UGM, Prof Dr Timbul Haryono menyimpulkan, harta karun emas temuan Wonoboyo, Klaten merupakan benda- benda regalia, atau simbol kerajaan.
Meski belum ada bukti sahih, dari ciri fisik benda dan gaya seninya, harta karun emas itu berasal dari abad 9 atau awal abad 10 Masehi. Pemiliknya tidak mungkin bangsawan biasa, pengrajin emas, apalagi rakyat biasa.
Baca artikel sebelumnya : Melihat Harta Karun Mataram Kuno, dari si Cantik Prajdnaparamita Hingga Mangkuk Emas Relief Ramayana
Periode itu dianggap masa keemasan dinasti Mataram di Jateng dan DIY. Terbentang sejak masa Rakai Warak Dyah Manara (803 M) hingga Dyah Balitung (898 M). Di antara periode itu masa Rakai Pikatan (847 M-855 M) meninggalkan jejak istimewa di sekitar Prambanan.
Melongok dari dekat harta karun emas Wonoboyo di Museum Nasional, maka kita akan mendapati sajian luar biasa.
Hanya rasa takjub yang muncul melihat aneka perhiasan untuk manusia dan hewan, dan alat-alat upacara dari emas dipajang menyita hampir setengah ruangan.

Dari pintu masuk ruang koleksi emas di lantai empat, pengunjung akan menemui baliho besar berisi penjelasan ringkas temuan harta karun emas Wonoboyo. Kekayaan nasional ini ditemukan tahun 90an oleh para penggali pasir di Dusun Plosokuning, Wonoboyo, Jogonalan, Klaten.
Sebagian penemunya saat ini masih hidup dan tinggal di Desa Wonoboyo. Di etalase pertama yang tertutup kaca, dipamerkan bagian mahkota yang bermotif daun. Hiasan mahkota ini kerap terlihat di arca-arca dari masa klasik.

Hiasan mahkota ini diberi batu mulia jenis kecubung atau amethyst. Ada pula fragmen hiasan luar mahkota terdiri lima helai emas yang salah satunya dihiasi batu mulia. Buatannya sangat halus dengan ornamen sulur.

Masih di etalase yang sama, terdapat dua tutup kepala (sanggul rambut) beda ukuran, yang masing-masing bagian puncaknya berhias batu mulia bening.

Bentuk seperti usnisa dengan ikal rambut seperti gaya arca-arca Budha. Diduga kedua tutup sanggul ini digunakan laki-laki dan perempuan berdasar besar ukurannya.
Etalase berikutnya memamerkan sejumlah kalung emas sangat indah. Bentuknya ada bandul kacang koro pedang, ikan lele dan kerang. Pada masing-masing bandul terdapat silinder berongga atau bandul yg sengaja dibuat berlubang untuk mengaitkan tali. Tiap bandul terbuat dari dua lempengan emas tipis yang di dalamnya diisi tanah liat kualitas tinggi.

Namun ada juga kalung emas padat atau tanpa rongga. Di etalase yang sama ada bandul tali kasta. Bandul emas ini merupakan penanda kasta seseorang. Biasa disampirkan di bahu atau diletakkan di dada dengan tali di kedua ujungnya.
Bandul kasta Wonoboyo ini bentuknya seperti kepompong, dengan ornamen suluran. Ukurannya cukup besar sebagai bandul tali kasta. Raja dan kaum bangsawan tinggi umumnya menggunakan hiasan penanda kasta di tubuh mereka.
Nah, koleksi berikut ini yang terlihat sangat istimewa. Pendar warna emasnya sangat menyolok, berbeda dengan artefak emas lainnya. Berkilauan di bawah pencahayaan lampu yang cukup baik di etalase khusus di tengah ruangan.
