Yogyakarta

Pustral UGM : Atasi Kemacetan dengan Ubah Perilaku

Macet yang saat dialami Kota Yogyakarta merupakan persoalan multi dimensi.

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Kondisi lalu lintas padat merayap di Jalan Letkol Subadri, Yogyakarta, Selasa (4/9/2018). Sejumlah ruas jalan di Kota Yogyakarta selalu mengalami kepadatan lalu lintas di jam-jam tertentu. 

Laporan Calon Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Macet yang saat dialami Kota Yogyakarta merupakan persoalan multi dimensi.

Hal itu disampaikan oleh peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr Dewanti, MS.

Baca: Kendaraan Semakin Padat, VC Ratio di Kota Yogya Capai 0,9

"Persoalan macet itu multi dimensi. Dari sisi ekonomi misalnya, jika pemerintah masih mengandalkan pemasukan dari otomotif, maka teori transportasi akan mentah lagi. Makanya nggak bisa dilihat cuma dari satu sisi aja," katanya pada Tribunjogja.com, Rabu (5/9/2018).

Selain dari segi ekonomi, perilaku juga mempengaruhi kemacetan, terutama dari pemilihan moda.

Oleh sebab itu, untuk mengatasi kemacetan juga dari perilaku masyarakat sendiri.

"Kemacetan itu kan karena jumlah kendaraan banyak sementara kondisi jalan tidak bertambah, sehingga nggak seimbang. Kalau mau nambah jalan kayaknya ya tidak mungkin. Yang bisa dilakukan ya perubahan perilaku, misalnya dari kendaraan pribadi ke angkutan umum," ujarnya.

Meski demikian, perubahan pemilihan moda tidak mudah.

Perlu didukung moda transportasi yang disediakan pemerintah.

Tak dapat dipungkiri jika pemerintah telah berupaya untuk mengatasi kemacetan di Kota Yogyakarta.

"Ganti moda juga tidak mudah, memang sekarang ini pemerintah sudah memperbaiki Transjogja. Tetapi tidak semua orang mau naik Transjogja. Misal tarif parkir lebih mahal, supaya orang mikir untuk bawa kendaraan karena parkir mahal. Itu juga tidak mudah, orang merasa mampu bayar. Kembali lagi ke perilaku,"paparnya.

Saat ini yang menjadi harapan Dewanti untuk mengurangi kemacetan adalah zonasi sekolah.

Melalui zonasi sekolah diharapkan siswa bisa sekolah di dekat rumah, sehingga ke sekolah bisa dengan naik sepeda atau jalan kaki.

Menurutnya dengan jarak antara sekolah dan rumah yang dekat, dapat meminimalisir jumlah kendaraan dalam jarak tertentu.

Berbeda jika jarak antara rumah dan sekolah yang jauh.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved