Nasional
Sejumlah Masalah setelah Terbitnya Tiga Peraturan Baru BPJS Kesehatan
Yakni Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Noristera Pawestri
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Komisi IX DPR RI melaksanakan Kunjungan Kerja Spesifik terkait pengawasan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) setelah terbitnya tiga Peraturan Direktur Pelayanan Kesehatan Mengenai BPJS Kesehatan di RSUP Dr Sardjito, Jumat (24/8/2018).
Ketiga peraturan tersebut yakni Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan.
Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.3/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.5/ 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Baca: KPK Pastikan Risdiyanto Petugas Gadungan
Ketua Tim Komisi IX DPR RI, Ir Ichsan Firdaus menyampaikan, pertemuan kali ini guna melihat dampak dari terbitnya tiga Peraturan Direktur Pelayanan Kesehatan Mengenai BPJS Kesehatan.
Ichsan menambahkan, pihaknya menerima informasi jika terjadi masalah di lapangan pasca diterbitkannya tiga peraturan tersebut.
"Kami dapat masukan dari stakeholder yang ada di Yogyakarta memang dampak dari peraturan direktur pelayanan ini cukup besar, terutama layanan rehabilitasi kedik, katarak, pelayanan ibu bersalin," ujar Ichsan Firdaus.
Pihaknya melihat ada dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan pelayanan kesehatan di rumah sakit terutama bagi penderita katarak dan ibu bersalin.
Baca: Ingin Mengurus Kartu BPJS Kesehatan? Begini Caranya
Problem-problem yang ada di lapangan tersebutlah yang akan dijadikan masukan olehnya saat menggelar Rapat Kerja dengan Kemenkes nantinya.
"Kami juga pahami BPJS kesehatan ada defisit yang sejak tahun 2016 totalnya itu sekitar Rp 38.9 triliun," lanjutnya.
Ia menambahkan, defisit BPJS Kesehatan tahun 2014 sebesar Rp 3.3 triliun, 2015 sebesar Rp 5.7 triliun, 2016 sebesar Rp 9.7 triliun, 2017 sebesar Rp 9 triliun dan diperkirakan tahun ini sebesar Rp 11 triliun.
Ia menegaskan, pihaknya tidak ingin adanya defisit BPJS Kesehatan ini membawa dampak terkait pengurangan pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.
"Kami tidak mau karena alasan defisit kemudian terjadi pengurangan pelayanan kesehatan sehingga dampaknya berkakibat luas tentang kualitas kesehatan di Indonesia," terang dia.
Baca: BPJS Kesehatan Buka Lowongan Kerja, Ini Persyaratan yang Dibutuhkan
Sementara itu, Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari menyampaikannya, dalam BPJS Kesehatan, peraturan tersebut bersifat kolektif kolegial.
Ia menambahkan, tiga Peraturan Direktur Pelayanan Kesehatan Mengenai BPJS Kesehatan tersebut telah menjalani proses yang lama.
Pihaknya menolak apabila kebijakan ini dikatakan terburu-buru, sebab pihaknya tidak akan melaksanakan kebijakan tanpa melewati proses
"Prosesnya lama tidak mendadak. Pada waktu pengambilan kebijakan yang diundang itu yang ada di pusat. Kita punya beberapa catatan, implementasi di lapangan ternyata tidak seragam. Pelaksanaannya juga kurang sosialisasi, ini PR kami," tuturnya.(TRIBUNJOGJA.COM)