Sleman

Harga Tembakau Tak Pasti, Petani Tembakau di Sleman Banyak Beralih Tanam Jagung

Sejak 2 tahun yang lalu, para petani tembakau selalu mengalami kerugian dikarenakan adanya kemarau basah.

Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Siti Umaiyah
Petani tembakau saat membersihkan lahannya di Selomartani, Kalasan, Sleman pada Minggu (19/8/2018) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dari lima petani yang biasanya menanam tembakau di daerah saya, kini hanya saya saja.

Semuanya sudah beralih menanam jagung karena tembakau memang tidak pasti.

Baca: Luas Tanam Tembakau di Sleman Alami Penyusutan Drastis

Hal tersebut diungkapkan oleh Suwardi (49) petani tembakau yang berada di Tegalsari, Selomartani, Kalasan, Sleman pada Minggu (19/8/2018).

Suwandi mengungkapkan, sejak 2 tahun yang lalu, para petani tembakau selalu mengalami kerugian dikarenakan adanya kemarau basah, yang mana hal tersebut menyebabkan kualitas tembakau mengalami penurunan.

"Disini tidak ada yang menanam. Kalau tembakau itu untung-untugan, kalau cuaca bagus dan harga juga bagus pula. Di daerah saya pada beralih ke jagung, karena sejak dua tahun yang lalu memang tidak laku," terangnya pada Tribunjogja.com.

Suwandi mengungkapkan, alasannya masih menanam tembakau karena biaya operasional tembakau tidak terlalu mahal, dimana perawatannya yang tidak terlalu membutuhkan air. Dia mengaku di musim kemarau seperti ini petani kesulitan untuk mencari air.

Untuk luas lahan yang dia gunakan menanam tembakau seluas 1 hektare.

Baca: Jogja Kreatif 57 Dekatkan Hotel dengan Masyarakat

"Saya memang aslinya dari dulu petani tembakau, jadi mau bagaimana lagi. Memang dua tahun berturut-turut selalu rugi, tapi jika saya beralih ke jagung maupun cabai perawatan dan airnya sudah. Kalau tembakau kan hanya sekali pengairannya," katanya.

Dia mengungkapkan, sudah dari bulan Mei menanam tembakau. Untuk panenan pertama akan dilakukan di awal Bulan September.

"Saya biasanya 7 kali petik. Itu seminggu sekali. Kalau harga tembakau tergantung kualitas dan cuaca. Saya jualnya langsung ke Muntilan dalam keadaan sudah dipotong dan kering. Kalau harga terendah tahun dulu hanya 25 ribu. Harga tertinggi bisa 125 perkilo," katanya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved