Hashima, Kisah Pulau Kaya Tambang yang Kemudian Ditinggalkan Penghuninya

Pulau ini bernama Hashima. Berada di lepas pantai yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dengan menggunakan perahu dari pelabuhan Nagasaki

Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
Pulau Hashima yang ditinggalkan 

TRIBUNJOGJA.COM - Cukup banyak tempat di dunia ini yang awalnya dihuni, kemudian ditinggalkan oleh para penduduknya. Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Misalnya Chernobyl yang menjadi kota mati akibat ditinggalkan penduduknya yang lari dari ancaman radiasi nuklir. Di Jepang, juga ada satu pulau yang terkenal dengan keangkerannya.

Pulau ini bernama Hashima. Berada di lepas pantai yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dengan menggunakan perahu dari pelabuhan Nagasaki.

Kondisi pulau kecil ini nyaris mirip dengan Chernobyl. Rumah, apartemen, toko, dan bangunan lainnya tetap berdiri tanpa ada seorang pun tinggal di sini. Di tempat ini benar-benar sepi, padahal dulunya ini merupakan tempat pusat industri yang ramai dengan berbagai aktivitas penduduknya.

Sementara kini, bahkan ada ungkapan bahwa yang ada di pulau ini hanyalah tikus, kucing liar, serta yang menyeramkan, para penduduk di Jepang yakin bahwa pulau ini berhantu.

hashima

Dikutip dari Mysterious Universe, Harasima dikenal pula dengan sebutan Gunkanjima atau Pulau Kapal Perang. Hal ini merujuk pada bentuk pulau itu sendiri yang mirip kapal perang.

Dulunya, Hashima hanyalah merupakan satu diantara sekian banyak pulau kecil tak berpenghuni yang ada di Jepang. Wajar saja, karena pulau ini termasuk sebagai pulau yang 'kejam'. Sangat berbatu, tandus dan tidak ada pepohonan. Sehingga tidak ada yang mau tinggal di pulau dengan kondisi demikian.

Namun, situasi itu berubah drastis ketika kali pertama ditemukannya batu bara di pulau tersebut. Melihat potensi alam yang menjanjikan ini, Mitsubishi Corporation akhirnya memutuskan untuk membeli pulau tersebut pada tahun 1890 dengan tujuan untuk memulai penambangan dasar laut.

Di tahun 1895, Mitsubishi berhasil mengebor poros tambang utama sedalam 199 meter. Kemudian satu lagi pada tahun 1898. Seiring dengan dimulainya penambangan, para penambang dan para keluarganya ikut serta ke pulau tersebut.

Dengan kata lain, pulau ini mulau berpenghuni. Hingga tahun 1916, setidaknya sudah ada 3000 orang di pulau yang pada saat itu sudah mampu menghasilkan 150 ribu ton batu bara.

Untuk meningkatkan produksinya, Mitsubishi kemudian melanjutkan proyek ambisius lainnya. Mereka menggunakan kerak tambang atau bekas biji tambang tak terpakai untuk membuat proyek reklamasi. Proyek ini diharapkan bisa menambah luas tempat tersebut.

Mereka juga membangun benteng besar di sekeliling pulau untuk melindungi diri dari serangan tornado yang kerap kali terjadi. Dengan berbagai proyek tersebut, maka terbentuk lah pulau sebagaimana yang bisa disaksikan sekarang, yakni menyerupai bentuk kapal perang, atau Gunkanjima.

Untuk masalah permukiman, di pulau ini juga kemudian banyak dibangun rumah dan apartemen. Bahkan, yang terbesar mereka membangun apartemen setinggi sembilan lantai. Pulau ini terus bergeliat dan pembangunan terus dilakukan. Padahal, di seluruh Jepang tidak ada pembangunan sedemikian pesatnya terutama pada masa pecahnya perang dunia II. Hal ini terkait dengan tingginya permintaan batu bara yang juga digunakan untuk armada perang.

Selama bertahun-tahun, nyaris tak ada yang bisa menyamai rekor pesatnya pertumbuhan perkotaan. Pada tahun 1950, menjadi puncak kemakmuran Hashima. Penduduknya pun bertambah dengan cepat. Di sini kemudian di bangun kota kecil yang sangat lengkap dengan lebih dari 30 bangunan besar, berbagai toko ritel, supermarket, rumah sakit, sekolah, perpustakaan, tempat olahraga, bioskop, bar, restoran, kolam renang, kuil bahkan banyak juga bermunculan rumah-rumah bordil. Ini semua berdiri berhimpitan di pulau yang hanya seluas 12 kali lapangan sepak bola.

hashima

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved