Lipsus Penataan Malioboro

Penataan Malioboro Tak Lepas dari Semangat Pertegas Sebagai Sumbu Filosofis

Penegasan sumbu filosofis ini tak lepas dari sisi sejarahnya, Jalan Malioboro yang memang ditata sebagai sumbu imajiner

Penulis: sis | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Kawasan Malioboro Yogyakarta, Selasa (10/4/2018). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Malioboro kini akan segera kembali ke masa lalu.

Memang tidak akan benar-benar sama persis dengan kondisi Malioboro tempo doeloe saat awal mula Keraton Yogyakarta berdiri.

Namun, setidaknya harmonisasi antara pejalan kaki dan derap tapal kuda serta bunyi bel kendaraan tradisional, bakal kembali menggantikan hiruk-pikuk suara mesin kendaraan bermotor.

Penataan ini tak lepas dari semangat mempertegas Malioboro sebagai bagian dari sumbu filosofis dan juga menata masa depan wisatanya.

Penegasan Jalan Malioboro sebagai sumbu filosofis pun dilakukan dengan keberimbangan sisi jalan.

Kepala Seksi Penataan bangunan dan Permukiman bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY, Arief Azazie Zein menjelaskan, penegasan itu dilakukan dengan pedestrian di sisi barat dan timur, kemudian ada ruang untuk koridor, kemudian toko.

“Ada nanti kawasan bangunan yang dibentuk koridor. Namun, untuk bentuknya koridor dan fasad bangunan belum disentuh, saat ini baru menyelesaikan pedestrian dan itu kewenangan Dinas Kebudayaan,” ujarnya, Jumat (7/4/2018).

Baca: Malioboro Prioritaskan Pejalan Kaki dan Angkutan Tradisional

Penegasan sumbu filosofis ini tak lepas dari sisi sejarahnya, Jalan Malioboro yang memang ditata sebagai sumbu imajiner antara Pantai Selatan (Pantai Parangkusumo) – Keraton Yogya – Gunung Merapi.

Selain itu, sisi selatan Jalan Malioboro juga berperan penting sebagai saksi sejarah kemerdekaan Indonesia dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Untuk arsitektur bangunan, papar Arief, memang menjadi wewenang dinas terkait.

Pasalnya, di kawasan Malioboro terdapat beberapa unsur budaya yang mempengaruhi bangunannya.

Di antaranya, Malioboro memiliki bangunan bercorak Jawa, misal kepatihan, corak kolonial antara lain Istana Negara, Benteng Vredeburg, serta kawasan pecinan di Ketandan.

“Malioboro punya sejarah, ke depan arsitekturnya bagaimana itu yang bisa menjawab adalah dinas terkait, kami fokus pada urban desainnya,” jelasnya.

Baca: Atasi Macet, Dishub Kota Yogyakarta Ingin Membuat Titik Perhentian di Malioboro

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved