Pelajar SMP N 5 Yogyakarta Teliti Perilaku Klitih di Yogya
Masalah di dalam keluarga memicu para pelaku klitih meluapkan kekesalan ke orang lain.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aksi klitih yang kerap dilakukan oleh pelajar, memunculkan keprihatinan di antara para pelajar lainnya.
Melihat bahwa masalah ini sudah sangat urgent, dua orang pelajar kelas IX SMP N 5 Yogyakarta, Sheila Tirta Ayumurti (14) dan Zhafira Mafaz (15), melakukan penelitian tentang klithih.
Berdasarkan penelitian mereka dengan mewancarai pelaku tindak kejahatan klitih, orangtua pelaku, dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) DIY, kebanyakan remaja atau pelajar yang terlibat kejahatan mempunyai masalah di keluarga.
Menurut Sheila, beberapa pelaku ada yang orangtuanya bercerai, ada yang ditinggal ayahnya dan ada pula yang tidak tinggal bersama orangtuanya.
Masalah di dalam keluarga ini, lanjut Sheila, menyebabkan para pelaku klitih meluapkan kekesalan ke orang lain.
“Salah satu tersangka yang kami wawancara mengaku jika kedua orangtuanya masih ada namun sama-sama sibuk. Selain itu dia sering dimarahi ayahnya dengan kata-kata kasar. Kurangnya perhatian di dalam keluarga menyebabkan mereka berulah,” jelas Sheila.
Sheila menjelaskan, selain masalah keluarga, faktor pengaruh lingkungan pertemanan yang kurang baik juga mempengerahui para pelajar ini untuk berbuat kriminal.
Mafas menambahkan, pengaruh psikologi anak sejak kecil pun dapat mempengaruhi perbuatan mereka saat dewasa.
Karenanya, para guru khususnya di tingkat TK, harus bisa lebih peka jika melihat anak-anak yang terlihat murung.
"Kebanyakan para pelaku mengalami masalah yang berat saat mereka anak-anak atau saat berada di TK. Permasalahan berat ini memberi dampak ketika mereka remaja dimana seorang anak sedang mencari jati diri," ungkap Mafaz.
Sedangkan untuk jenjang yang lebih tinggi, setiap sekolah harus memiliki ekstrakurikuler sesuai minat dan bakat para siswanya.
Penyuluhan parenting juga perlu diadakan untuk membekali wawasan para orangtua.
Lebih lanjut, Sheila menjelaskan, penelitian ini sampai membutuhkan waktu hingga empat bulan lamanya.
Hal ini lantaran mereka terkendala birokrasi.
Namun dengan ketelatenan mereka, kedua belajar ini mampu mewancarai langsung para pelaku klitih yang ditahan di Polres Sleman dan Polresta Yogyakarta.
Bahkan mereka sempat mewancarai orangtua dari pelaku hingga petugas di Balai Pemasyarakatan (Bapas) DIY.
"Penelitian ini menguji mental juga sih soalnya baru pertama kali kami ngobrol langsung dengan pelaku kejahatan," tambahnya.
Atas kerja keras mereka, kedua siswi ini berhasil menjadi juara Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) tingkat provinsi beberapa waktu lalu.(*)