Penghayat Kepercayaan di Magelang Berharap Tak Ada Lagi Diskriminasi

Penghayat Kepercayaan di Magelang Berharap Tak Ada Lagi Diskriminasi. Penghayat Kepercayaan berharap dapat bebas menganut kepercayaannya

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM | Rendika Ferri Kurniawan
Penghayat kepercayaan dari aliran kepercayaan Pahoman Urip Sejati Magelang tengah melaksanakan kegiatan ritual kepercayaan di Sawangan, Magelang, Rabu (8/11/2017). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri Kurniawan

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Dari enam agama yang diakui oleh pemerintah ternyata ada sebagian masyarakat Kota maupun Kabupaten Magelang yang masih menganut aliran kepercayaan. Mereka berharap dapat bebas menganut kepercayaannya dan mendapat perlakukan yang sama.

Seperti yang disampaikan oleh Tutur Agung Nugroho, seorang penghayat kepercayaan Pahoman Urip Sejati Magelang. Dikatakannya, selama ini para penghayat kepercayaan masih mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.

Pria yang akrab dipanggil Begawan Prabu ini mengatakan, tak hanya pandangan buruk masyarkat, namun juga diskriminasi yang kerap diterima oleh para penghayat kepercayaan.

"Kami sering dicap oleh masyarkaat sebagai orang musyrik, klenik, oleh masyarakat, padahal kita juga memiliki kepercayaan ataupun keyakinan, namun mereka masih memandang negatif," ujar Tutur kepada TRIBUNjogja.com, Rabu (8/11/2017).

Prabu pun menyambut baik adanya keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas dikabulkannya pengosongan kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) seperti pada UU 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Ia mengatakan, keputusan MK ini mengukuhkan para penghayat kepercayaan diakui, sama dengan penganut agama di Indonesia.

"Kami menyambut baik, dengan ini maka kami dapat bebas melakukan kepercayaan kami, dan kedudukan kami diakui. Untuk itu kami harapkan tiada lagi diskriminasi terhadap kami," ujar Prabu.

Penghayat kepercayaan dari aliran kepercayaan Pahoman Urip Sejati Magelang tengah melaksanakan kegiatan ritual kepercayaan di Sawangan, Magelang, Rabu (8/11/2017).
Penghayat kepercayaan dari aliran kepercayaan Pahoman Urip Sejati Magelang tengah melaksanakan kegiatan ritual kepercayaan di Sawangan, Magelang, Rabu (8/11/2017). (TRIBUNJOGJA.COM | Rendika Ferri Kurniawan)

Dikatakannya, melalui keputusan ini, pihaknya berharap tidak ada lagi diskriminasi kepada penghayat kepercayaan. termasuk juga pemenuhan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan, bahkan tempat ibadah.

"Syukur-syukur pemerintah bisa menyediakan tempat atau minimal merubah regulasi sehingga perijinan pembuatan tempat ibadah bisa lebih dipermudah," harapnya.

Usai ditetapkan keputusan MK ini, pihaknya pun akan segera mensosialisasikan hasuil tersebut kepada segenap penghayat kepercayaan di Kota dan Kabupaten Magelang.

Pihaknya juga segera mendatangi kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk memperbaharui kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Jelas nanti segera (ke Kantor Disdukcapil). Saya juga akan secepatnya mensosialisasikan ini ke teman-teman penghayat kepercayaan lainnya," ujarnya.

Diakui Begawan, jumlah penghayat kepercayaan dari tahun ke tahun mengalami penurunan karena beberapa sebab. Diantaranya karena meninggal dunia dan pernikahan.

Ia mengatakan kurang lebih ada 30-40 kelompok penghayat kepercayaan yang tersebar di Kota dan Kabupaten Magelang. Seperti Pahoman urip sejati, Ngesti kasampurnan, Pangestu, Sapto darmo, Palang Putih Nusantara, dan aliran kepercayaan lain.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved