Nenek 125 Tahun di Bantul Ini Hidup Seorang Diri, Andalkan Kepedulian Tetangga
Untungnya dibalik penderitaan Mbah Sendrong yang begitu peliknya, masih ada tetangga yang peduli akan kesehatan dan kebutuhan sehari-harinya.
Penulis: sis | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Di rumah berdinding bambu dan beralaskan tanah yang beralamat di desa Salakan, Rt 02 Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Setro Dimoyo atau yang akrab disapa Mbah Sendrong ini mesti hidup seorang diri.
Sabtu (18/3/2017), Tribun Jogja berkesempatan untuk berkunjung di kediaman Mbah Sendrong yang bisa dibilang jauh dari kata cukup.
Nampak beberapa kayu bakar dan daun kelapa kering tertumpuk di halaman rumahnya.
Memasuki bagian dalam pemandangan yang sungguh menyayat hati tergambar.
Pengap, dan gelap karena minimnya pecahayaan yang masuk ke dalam rumah, ditambah beberapa sarang laba-laba terbentuk di tiap sudut atap rumah.
Sehari-harinya nenek yang berusia 125 tahun itu menghabiskan sisa usianya dengan tiduran di tempat tidur bambu reyotnya.
Raga seolah tak mampu menahan beban tubuhnya untuk sekedar berjalan menikmati indahnya hidup. Ia pun hanya bisa ngesot untuk sekedar berjalan.
Saat diajak bicara pun, Mbah Sendrong masih bisa merespon, namun hanya jawaban singkat yang ia keluarkan dari mulutnya.
Ironisnya, di sisa usianya ini, Mbah Sendrong mesti hidup seorang diri. Suami tiada, anak pun tak punya seakan semakin menambah derita hidupnya.
Untungnya dibalik penderitaan Mbah Sendrong yang begitu peliknya, masih ada tetangga yang peduli akan kesehatan dan kebutuhan sehari-harinya.
Dia adalah Linggaryati, wanita berusia lima puluh enam tahun ini yang sehari-harinya mencukupi kebutuhan hidup Mbah Sendrong.
"Semenjak kepergian suaminya, hidup simbah jauh dari kata cukup. Rasa lapar dan dahaga selalu ia rasa. Duit tak ada, terus mau makan dengan apa?," ucap Linggar.
Melihat kondisi Mbah Sendrong yang sedemikian pilunya, Linggar pun tak kuasa untuk membiarkan Mbah Sendrong terus bergelut dalam penderitaan.
Setiap harinya, Linggar dan kedua putranya merawat dan mencukupi kebutuhan sehari-hari Mbah Sendrong.
"Dulu di tahun 2013 simbah masih bisa jalan, namun semakin hari kondisi tubuhnya semakin menurun, dan beberapa hari ini agak drop. Tiap pagi saya belikan bubur yang panas dan banyak kuah, lauk karena simbah seneng banget sama makanan yang berkuah dan panas, siang hari saya kasih nasi dan lauk pauk yang berkuah juga, dan teh panas, lalu malam harinya saya sediakan ketela rebus karena simbah seneng banget," urai Linggar.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/mbah-sendrong1_20170319_005056.jpg)