Kisah Mbah Ahmad Dicurigai Ketika Ada Ternak Hilang, Dia Pilih Hidup Menyepi di Sawah

Saya itu orang miskin, makanya saya sering dicurigai dan diinjak-injak oleh orang lain. Saya tidak betah dengan kondisi ini

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM | Agung Ismianto
Ahmad Muchsin, kakek 86 tahun ini tinggal di gubuk reot di tengah sawah Dusun Monggang, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong. 

Kondisi kehidupan dan keadaan ekonomi pas-pasan memaksa Ahmad Muchsin untuk “keluar” dari rumahnya. Dia memilih hidup di gubuk tak layak di tengah persawahan Dusun Monggang, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong. Hidupnya bergantung pada hasil jualan rongsokan dan belas kasihan orang yang miris melihat kehidupannya.

TANGAN lelaki keriput berusia 86 tahun itu basah kuyup oleh air saluran irigasi di depan rumahnya yang berupa gubuk berukuran sekira 5 x 7 meter persegi.

Kakek bercucu tiga ini langsung menyapa dan menyalami Tribun Jogja yang menyambangi gubuk tempat tinggalnya itu, Kamis (10/11/2016).

Ahmad bercerita, dia terpaksa meninggalkan rumah yang dihuninya selama puluhan tahun di Dusun Grudo, Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong itu karena kondisi ekonomi.

Ahmad akhirnya “mengungsi” ke gubuk buatannya itu bersama istrinya, Suparmi (50), setelah tidak tahan berada di rumah.

BACA KISAH LENGKAPNYA:  

DICURIGAI

Kemiskinan yang dialami Ahmad dan keluarganya menjadikan bahan perbincangan hangat di kalangan warga.

Ahmad dan keluarganya pun merasa dicurigai oleh tetangga sekitarnya jika ada ayam dan ternak lainnya hilang.

“Saya itu orang miskin, makanya saya sering dicurigai dan diinjak-injak oleh orang lain. Saya tidak betah dengan kondisi ini, sehingga saya menyepi saja di gubuk lebih tenang,” katanya.

Ahmad pun sempat mengungkapkan, jauh sebelum berbagai persoalan hidup menerpanya, dia sempat merasakan memiliki banyak harta berupa tanah, ternak dan uang.

Upahnya sebagai buruh bangunan membuatnya bisa menikmati hidup tanpa beban.

Hanya saja, roda kehidupan berputar, Ahmad yang biasanya bisa makan enak harus dihadapkan dengan beragam persoalan.

Seperti memiliki anak yang depresi karena keluarga berantakan. Saudaranya pun acuh pada kehidupannya.

“Di gubuk ini saya merasa aman, saya bisa mendengar suara alam. Di sini saya salat rutin, sebagai bentuk pertobatan saya pada Allah,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved