Fenomena Klitih Remaja, Ini Kata Sosiolog UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Fenomena kekerasan di jalan atau klitih oleh anak muda dapat terjadi karena ada dua faktor.

Penulis: khr | Editor: Muhammad Fatoni
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Maraknya aksi klitih atau kekerasan di jalan yang tak jarang dilakukan oleh anak muda akhir-akhir ini, dinilai telah cukup meresahkan.

Belum lama ini bahkan seorang korbannya Septian Iqbal Dinaka Rofiqy (16) meninggal dunia, dan pelaku yang kemudian berhasil diamankan Polresta Yogyakarta diketahui masih berusia 17 tahun.

Sosiolog UIN Sunan Kalijaga Yogyakrta, DR Pajar Hatma Indra Jaya, mengatakan fenomena kekerasan di jalan atau klitih oleh anak muda dapat terjadi karena ada dua faktor.

"Pertama faktor dari dalam, mereka kan anak muda, mereka dalam masa-masa transisi butuh aktualisasi diri, sehingga ada satu energi yang harus disalurkan," ujarnya saat berbincang dengan Tribunjogja.com, Senin (5/9/2016).

Kedua dari faktor luarnya, dimana ia melihat penyaluran-penyaluran (energi) itu, tempat-tempat bermain arena-arena aktualisasi diri yang di satu sisi mulai hilang.

Salah satunya contoh hilangnya ruang publik adalah kalau dulu di kampung-kampung kalau sore hari, ada tanah lapang untuk bermain bola voli, untuk main bola sebagai sarana untuk mengekspresikan energi kaum muda.

Namun hal itu sekarang jadi hilang, sehingga mereka membentuk ekspresi sendiri hingga membentuk kelompok-kelompok.

"Kalau di Sosiologi itu kan ada in group feeling sama out group feeling, otomatis ketika dibiarkan di masyarakat ,ini kelompok saya dan itu kelompok mereka, dan ketika terjadi konflik menjadi konflik antar geng," ujarnya.

Konflik antar-geng ini kemudian berlanjut dan diturunkan ke bawahnya jadi konflik menahun.

Dia menilai harusnya pemerintah lebih banyak membuat ruang publik jangan hanya bangun hotel, ataupun harus mendorong hotel untuk menyediakan ruang publik untuk masyarakat sekitar.

Untuk kasus yang masuk ranah pidana memang harus diselesaikan secara dengan hukum, namun selain itu ada faktor lain yang menimbulkan maraknya aksi kekerasan oleh anak muda yang harus dicari akarnya.

"Kasus kekerasan anak muda dari dulu ada, tapi tidak sebanyak ini, apalagi sampai membunuh, sekarang makin banyak orang-orang tetek (tongkrong) di malam hari sehingga sampai seperti ini," tambahnya.

Kepedulian guru dan orangtua juga menjadi faktor lain yang tak kalah penting. Dia mencontohkan kasus yang ada di SMKN 1 Pundong Bantul dimana sempat marak geng yang hobi melakukan vandalisme di jalan dengan inisial geng dari sekolah tersebut.

Para guru yang mengetahui kelakuan anak-anaknya tersebut kemudian dengan kesadaran membersihkan sendiri kelakuan anak didiknya, hingga lama kelamaan anak didiknya malu dan berhenti melakukan vandalisme.

"Itu rumah saya juga kena, jadi saya sempat bingung pagi-pagi ada orang seperti guru sedang membersihkan cat tersebut lalu mereka minta maaf kepada saya dan menceritakan kejadiannya, dan itu ternyata efektif," tambag Pajar. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved