Rahasia Dimsum: 5 Keunikan yang Jarang Diketahui Pecinta Kuliner

Dimsum bukan sekadar makanan, melainkan cerminan budaya sosial Tiongkok abad ke-19 yang kini berevolusi menjadi simbol kemewahan.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
facebook: @onodimsum
Varian dimsum yang populer di Indonesia 

3.      Kulit Transparan dari Campuran Tepung Beras dan Tapioka 

Keunikan teknis lain adalah kulit dimsum transparan pada har gow (shrimp dumplings) yang dibuat dari campuran tepung beras, tapioka, dan air panas dengan rasio presisi untuk mencapai efek hidup atau kenyal saat dikunyah. 

Jarang diketahui, proses ini melibatkan teknik kneading manual selama 30 menit untuk mengaktifkan gluten alami yang membuat kulit tidak pecah saat direbus. 

Ahli pangan dari Chinese Culinary Institute menjelaskan bahwa rahasia ini berasal dari resep keluarga di desa-desa Guangdong, di mana air gunung digunakan untuk kelembutan ekstra bukan air keran biasa.

4.      Ritual Yum Cha yang Melibatkan “Pembacaan” Dimsum sebagai Bentuk Komunikasi

Dimsum tidak lepas dari ritual yum cha (minum teh pagi), tetapi aspek uniknya adalah bagaimana bentuk dan warna dimsum digunakan sebagai kode sosial di kedai teh tradisional. 

Misalnya, dimsum berbentuk bulat melambangkan keberuntungan, sementara yang lonjong menandakan persahabatan.

Hal ini merupakan sebuah praktik dari era pedagang sutra yang jarang dibahas di luar kalangan koki Kanton.

Misalnya selama yum cha, pelayan akan membaca pesanan dimsum untuk menilai status tamu, seperti menyajikan char siu bao (buns daging panggang) untuk tamu kaya.

5.      Evolusi Dimsum dengan Bahan Lokal yang Tak Terduga di Diaspora

Di luar Tiongkok, dimsum berevolusi dengan bahan unik yang jarang diketahui, seperti dimsum isi durian di Malaysia atau versi vegetarian dengan jamur enoki di Thailand dengan adaptasi dari pengaruh tropis. 

Di Indonesia, komunitas Tionghoa di Jakarta menciptakan dimsum isi rendang pada 1980-an dengan menggabungkan daging sapi rempah dengan kulit dimsum yang menjadi rahasia restoran keluarga seperti di Glodok.

Inovasi ini lahir dari keterbatasan impor, tetapi memperkaya rasa dengan elemen pedas lokal yang membuat dimsum bukan lagi murni Kanton melainkan hibrida global.

Memahami keunikan dimsum yang tersembunyi ini tidak hanya menambah apresiasi terhadap hidangan, tetapi juga mendorong pelestarian tradisi di tengah globalisasi. 

Di era makanan cepat saji, dimsum mengingatkan pada nilai sosial dan teknis masakan leluhur.

Dengan demikian, dimsum bukan sekadar makanan, melainkan cerita hidup yang terus berkembang. (MG Awega Yunita Sara)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved