Berita Internasional
Demonstrasi Gen Z di Nepal: 19 Orang Tewas , PM dan Para Menteri Undur Diri, Gedung DPR Dibakar
Demonstrasi Gen Z di Nepal berujung maut, 19 orang tewas, sebagian besar ditembak aparat. Perdana Menteri Nepal undur diri.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Alifia Nuralita Rezqiana
TRIBUN JOGJA.COM, NEPAL - Larangan penggunaan media sosial termasuk X (Twitter), Instagram, TikTok, Telegram, WhatsApp, dan lainnya di Nepal memicu demonstrasi yang diikuti anak-anak muda.
Demonstrasi besar berujung maut tersebut terjadi di Kathmandu, ibu kota Nepal, pada Senin (8/9/2025).
Para demonstran yang menyebut diri mereka sebagai generasi Z (anak yang lahir pada 1997-2010) mengecam larangan penggunaan media sosial dan dugaan korupsi oleh pemerintah Nepal.
Diwartakan Al Jazeera, setidaknya 19 orang tewas dalam aksi demonstrasi di Nepal.
Sebanyak 17 orang tewas ditembak aparat. Sementara itu, 2 orang lainnya tewas di wilayah Sunsari, Nepal timur.
Polisi menembakkan gas air mata, peluru karet, water cannon, serta menggunakan alat lainnya untuk mencegah demonstran menerobos pagar kawat berduri menuju Gedung Parlemen Nepal.
Tercatat setidaknya 400 orang mengalami luka-luka, termasuk lebih dari 100 polisi.
Usai demonstrasi yang berujung maut, Menteri Dalam Negeri Nepal, Ramesh Lekhak, mengundurkan diri.
Melansir The Guardian, Perdana Menteri Nepal, KP Sharma Oli, juga mengundurkan diri dari jabatan.
Dikutip dari BBC, Menteri Penyediaan Air, Pradeep Yadav, mengundurkan diri sebagai protes atas tindakan keras pemerintah.
Sementara itu, Menteri Pertanian dan Peternakan, Ram Nath Adhikari juga mengajukan pengunduran diri.
Otoritas penerbangan Nepal mengungkapkan, penerbangan domestik di Bandara Internasional Tribhuvan Kathmandu hampir terhenti karena masalah keamanan.
Kesaksian korban
Salah satu korban luka dalam demonstrasi, Iman Magar (20) mengatakan, awalnya demonstrasi berlangsung damai, namun aparat justru melakukan kekerasan.
"Saya datang ke sana untuk protes damai, tetapi pemerintah menggunakan kekerasan. Itu bukan peluru karet, melainkan peluru logam, dan itu melukai sebagian tangan saya. Dokter bilang saya perlu dioperasi,” kata Magar, yang mengalami luka di lengan bangian tangan.
Sementara itu, petugas Rumah Sakit Layanan Sipil Nepal, Ranjana Nepal, mengaku kewalahan menangani para korban.
Ia berujuar, gas air mata yang ditembakkan polisi masuk ke dalam rumah sakit dan membuat tenaga kesehatan kesulitan.
"Saya belum pernah melihat situasi sesulit ini di rumah sakit. Gas air mata juga masuk ke area rumah sakit, sehingga menyulitkan para dokter untuk bekerja.” ungkapnya.
Amnesty International melaporkan, pihak berwenang menggunakan peluru tajam terhadap para pengunjuk rasa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan penyelidikan yang transparan untuk kasus demonstrasi maut di Nepal.
Pembungkaman
Larangan media sosial yang sudah terjadi berbulan-bulan memicu kemarahan yang meluas terutama di kalangan anak muda Nepal.
Jutaan orang Nepal menggunakan platform media sosial untuk berkomunikasi, mengakses hiburan, berita, dan menjalankan bisnis.
Surat kabar lokal, Kathmandu Post mewartakan, larangan penggunaan media sosial dianggap sebagai pembungkaman satu generasi.
"Ini bukan hanya tentang media sosial – ini tentang kepercayaan, korupsi, dan generasi yang menolak untuk diam," tulis surat kabar Kathmandu Post.
"Generasi Z tumbuh besar dengan ponsel pintar, tren global, dan janji-janji Nepal yang federal dan makmur. Bagi mereka, kebebasan digital adalah kebebasan pribadi. Memutus akses terasa seperti membungkam seluruh generasi,” imbuh Kathmandu Post.
Pemicu demonstrasi
Pemerintah setempat memutuskan untuk mencabut larangan penggunaan media sosial seperti Facebook, WhatsApp, YouTube dan X pada Senin (8/9/2025) malam.
Namun, pencabutan larangan tersebut tidak berhasil meredakan kemarahan di kalangan anak muda.
Gen Z terus masih berunjuk rasa bahkan melanggar jam malam.
Pada Selasa (9/9/2025), ribuan orang menyerbu gedung parlemen federal di ibu kota, Kathmandu, dan membakarnya. Ban mobil dibakar di jalanan Kathmandu dan polisi dilempari batu.
Salah satu demonstran, Rachana Sapkota (35) mengatakan, dia bergabung dengan pengunjuk rasa di Kathmandu untuk memperjuangkan "akuntabilitas dan transparansi" dalam pemerintahan.
Korupsi menjadi masalah serius di Nepal.
"Korupsi harus diberantas... Kami menginginkan keadilan bagi mereka yang meninggal kemarin," ujarnya.
"Setelah melihat kejadian kemarin, rasa kemanusiaan saya tidak mengizinkan saya untuk tinggal di rumah. Itulah mengapa saya ada di sini hari ini," kata Sapkota, dikutip Tribunjogja.com dari BBC.
(Tribunjogja.com/Al Jazeera/The Guardian/BBC)
158 Daftar Negara Anggota PBB yang Akui Palestina, Lengkap dengan Tanggal Pengakuan |
![]() |
---|
4 Fakta Kenapa Indonesia Bisa Jadi Pembicara Ketiga di Sidang Majelis Umum PBB? |
![]() |
---|
Bagaimana Prabowo Ajak Dunia Akui Palestina di PBB? |
![]() |
---|
Pertama Kali dalam Sejarah, Indonesia Jadi Pembicara Ketiga di Sidang Majelis Umum PBB 2025 |
![]() |
---|
Ini 44 Negara yang Tidak Mengakui Palestina, Termasuk Jepang hingga Amerika Serikat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.