Sarasehan Saintek 2025, Menyatukan Saintis untuk Pembangunan Inovatif Yogyakarta
Forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kontribusi sains dan teknologi terhadap pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V menegaskan kembali peran Yogyakarta sebagai pusat ilmu pengetahuan dan inovasi nasional melalui Sarasehan Sains dan Teknologi Yogyakarta, yang digelar di Auditorium Driyarkara, Universitas Sanata Dharma, Sleman, Rabu (8/10/2025).
Kegiatan bertema “Peran Saintis di LLDIKTI Wilayah V untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi” ini dihadiri lebih dari 1.000 saintis, dosen, peneliti, guru besar, dan doktor dari berbagai perguruan tinggi.
Forum juga menghadirkan tokoh nasional di bidang pendidikan tinggi dan riset, termasuk Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Brian Yuliarto, Ph.D., yang dijadwalkan memberikan arahan utama.
Menurut Ketua LLDIKTI Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D., forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kontribusi sains dan teknologi terhadap pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kegiatan ini merupakan momentum strategis untuk menegaskan kembali posisi Yogyakarta sebagai kawasan ilmu pengetahuan dan inovasi nasional. Perguruan tinggi berperan sebagai motor penggerak riset, pengabdian, dan daya saing bangsa,” ujarnya.
Prof. Setyabudi menjelaskan, sarasehan ini dirancang sebagai wadah kolaborasi antara saintis dan inovator untuk memperkuat keterhubungan antara sains dan kebijakan publik, serta mempercepat transformasi hasil riset menjadi solusi konkret bagi masyarakat.
“Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan hanya fondasi akademik, tetapi juga motor penggerak ekonomi nasional,” katanya.
Diskusi akan berfokus pada delapan bidang prioritas nasional, yaitu ketahanan pangan, kesehatan, energi, hilirisasi industri, pertahanan, maritim, digitalisasi, serta material maju dan manufaktur.
Kedelapan tema itu akan dibahas dalam delapan sesi pleno yang diisi oleh guru besar dan peneliti unggulan nasional dari berbagai perguruan tinggi, seperti UGM, ITB, UI, ITS, UAD, dan USD.
“Hasilnya diharapkan dapat menjadi rumusan peta jalan riset berbasis hilirisasi dan kebermanfaatan,” ujar Setyabudi.
LLDIKTI Wilayah V mencatat terdapat sekitar 100 perguruan tinggi swasta (PTS) di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan konsentrasi utama di Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta.
Sekitar 70 persen mahasiswa PTS DIY berasal dari luar Pulau Jawa, menegaskan peran Yogyakarta sebagai magnet pendidikan nasional.
“Dengan lebih dari 200 ribu mahasiswa aktif, PTS DIY berperan besar dalam menopang angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi nasional sebesar 31,8 persen pada tahun 2024. Inilah yang menempatkan Yogyakarta sebagai living laboratory bagi transformasi pendidikan tinggi di Indonesia,” ujar Setyabudi.
Namun, ia menyoroti masih adanya kesenjangan mutu antarperguruan tinggi.
Dari pemetaan terhadap 34 PTS, dua melampaui Standar Nasional Dikti, 23 memenuhi standar, dan sembilan masih di bawah standar.
Tingkat keterisian mahasiswa rata-rata baru mencapai 57 persen, dengan sebagian PTS kecil menghadapi tantangan berat dalam promosi program studi dan keberlanjutan kelembagaan.
Prof. Setyabudi turut menekankan pentingnya kolaborasi antarperguruan tinggi.
“Dalam dua tahun terakhir telah terjalin 31 perjanjian pertukaran dosen, 24 pengembangan kurikulum bersama, dan 26 riset kolaboratif. Ini babak baru bagi PTS: bukan bersaing untuk bertahan, tetapi bersinergi untuk bertumbuh bersama,” ujarnya.
“Semua capaian dan arah kebijakan yang telah kita bahas hari ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi di Yogyakarta terus bergerak menuju tata kelola yang lebih adaptif, kolaboratif, dan berdampak. Dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan integritas, kita bersama membangun masa depan pendidikan tinggi Indonesia yang lebih unggul dan merata,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Dr. Fauzan Adziman, mendorong perguruan tinggi agar berperan lebih aktif dalam menyelesaikan persoalan masyarakat melalui riset dan teknologi terapan.
Upaya ini dilakukan lewat penguatan hilirisasi inovasi kampus, kolaborasi lintas sektor, serta valuasi produk-produk hasil penelitian agar dapat menarik dukungan perbankan dan industri.
Menurut Fauzan, kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Konvensi Sains Teknologi dan Industri Indonesia 2025 yang telah dimulai dua bulan sebelumnya dan dihadiri langsung oleh Presiden.
“Sarasehan ini merupakan upaya kita sebagai komunitas di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya bagaimana sains dan teknologi dapat membantu serta mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Kita akan melihat strategi-strategi apa yang akan dilakukan,” ujarnya.
Ia menambahkan, kegiatan ini tidak hanya berisi paparan kebijakan pemerintah pusat, tetapi juga diskusi dan eksplorasi berbagai bidang strategis, seperti pangan, kesehatan, energi, digitalisasi, hilirisasi, industrialisasi, material, manufaktur, maritim, dan pertahanan.
Bidang-bidang tersebut, kata dia, harus didukung oleh ekonomi, sosial-humaniora, dan pendidikan agar menghasilkan produk yang kompetitif dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Yang kita butuhkan sebenarnya adalah peningkatan daya saing produk nasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor, sekaligus memastikan riset-riset yang dilakukan dapat menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. Dengan demikian, komunikasi antara masyarakat, industri, dan perguruan tinggi harus semakin terbuka — termasuk dalam bentuk kolaborasi,” tutur Fauzan.
Ia menegaskan, kolaborasi tersebut tidak hanya antarperguruan tinggi, tetapi juga dengan pemerintah daerah, industri, serta regulator agar riset dan inovasi lebih tepat sasaran.
“Kita ingin komunikasi seperti ini dilakukan secara lebih intens,” katanya.
Menjawab pertanyaan mengenai hilirisasi riset kampus, Fauzan menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah memfasilitasi keterlibatan perguruan tinggi dalam program strategis nasional.
Salah satunya melalui arahan Presiden dan dukungan Kementerian Keuangan dalam bentuk transfer dana sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia ke bank-bank Himbara.
“Sebetulnya, dana itu diharapkan untuk mendukung pengembangan sektor-sektor strategis, dan di baliknya ada arahan agar sains dan teknologi turut berperan aktif,” ujarnya.
Kementerian kini tengah menghimpun produk-produk unggulan dari perguruan tinggi dan melakukan diskusi dengan bank-bank Himbara, seperti BNI, Mandiri, BRI, BTN, dan BSI, agar perbankan dapat membantu proses hilirisasi inovasi kampus.
“Dengan begitu, perbankan kita juga dapat melihat bahwa teknologi merupakan solusi untuk meningkatkan daya saing produk secara berkelanjutan. Awalnya memang bukan hanya produk yang penting, tetapi juga peran para pakar di kampus. Karena para pakar ini tidak hanya ahli teknologi, tetapi juga memahami aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, sehingga tahu bagaimana teknologi bisa diterapkan di lapangan,” tutur Fauzan.
Pemerintah juga menggandeng Kementerian Investasi dan Hilirisasi serta telah menandatangani nota kesepahaman dengan Himpunan Kawasan Industri.
“Dengan demikian, kampus bisa benar-benar menjadi problem solver,” katanya.
Terkait pemanfaatan dana tersebut, Fauzan menegaskan bahwa tahap awalnya bukan berupa penyaluran langsung ke kampus, melainkan proses valuasi terhadap produk-produk riset kampus oleh lembaga penilai independen.
“Kita tidak ingin serta-merta memberikan kredit tanpa proses yang matang. Produk-produk itu perlu meningkatkan nilai melalui paten, hak kekayaan intelektual, dan hasil penelitian yang terdokumentasi,” ujarnya.
Dengan valuasi yang baik terhadap produk dan inventor, lanjut Fauzan, industri akan lebih mudah tertarik bekerja sama, dan pembiayaan dari perbankan pun menjadi lebih mudah.
“Mudah-mudahan, dana Rp 200 triliun itu benar-benar bisa digunakan untuk membangun ekosistem inovasi di kampus,” katanya.
Prioritas di Bidang Kesehatan, Pangan, dan Energi
Fauzan menyebut sejumlah bidang prioritas yang dinilai paling mendesak untuk divaluasi karena memiliki dampak langsung bagi masyarakat, yakni kesehatan, pangan, dan energi.
“Untuk bidang kesehatan, misalnya, kami sedang mengembangkan alat identifikasi cepat penyakit TBC. Karena TBC ini menimbulkan beban biaya tinggi pada sistem kesehatan, maka deteksi dini sangat penting. Kampus sudah memiliki produk yang mampu mengidentifikasi TBC dengan cepat — salah satunya melalui pemeriksaan pernapasan,” ujarnya.
Selain itu, produk herbal seperti temulawak dan kratom juga sedang dikembangkan agar dapat menembus pasar ekspor.
Sementara dalam bidang pangan, fokus diarahkan pada pengembangan bibit unggul yang tengah dinanti Kementerian Pertanian.
“Kementan sudah siap menjadi off-taker dari hasil tersebut,” kata Fauzan.
Ia menambahkan, program dengan potensi scaling-up tinggi menjadi prioritas utama pemerintah dalam pengembangan riset kampus.
Fauzan juga menyinggung potensi besar ekonomi kreatif sebagai bagian dari ekosistem inovasi nasional.
“Misalnya, di Yogyakarta ada studio animasi yang sudah go internasional hingga ke Hollywood,” ujarnya.
Menurutnya, nilai ekonomi kreatif Indonesia kini berada di peringkat ketiga dunia setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan. “Artinya, kreativitas bisa menjadi strategi penting bagi Indonesia — khususnya bagi perguruan tinggi — untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi ke depan,” ujarnya. (*)
UAJY Dukung Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi di LLDIKTI Wilayah V Lewat Pendampingan SPMI |
![]() |
---|
Dua Tim Wirausaha Mahasiswa UKDW Raih Hibah P2MW 2025 dari Kemdiktisaintek |
![]() |
---|
FBE UAJY Dorong Peningkatan Tata Kelola Koperasi Karyawan |
![]() |
---|
KNPI Gunungkidul Ajak Anak Muda Dorong Penguatan Ekonomi Berbasis Lingkungan |
![]() |
---|
Peringatan Hari Lahir Pancasila, DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta Gelar Sarasehan dan Tumpengan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.