Aksi Nekat Mendaki Merapi

Rawan Erupsi Eksplosif, BPPTKG Yogyakarta Larang Pendaki Dekati Daerah Potensi Bahaya Gunung Merapi 

Penulis: Azka Ramadhan
Editor: Muhammad Fatoni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wisata Gunung Merapi

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta meminta masyarakat tidak gegabah melakukan aktivitas pendakian di Gunung Merapi hingga mendekati daerah potensi bahaya.

Imbauan tersebut dikeluarkan sebagai respons atas video yang beredar di media sosial, terkait aktivitas seorang pendaki yang disinyalir ilegal, hingga menyentuh puncak tertinggi Merapi.

Kepala BPPTKG Yogyakarta, Agus Budi Santoso, mengatakan hampir lima tahun terakhir, gunung berapi aktif di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut menyandang status siaga, atau Level III.

Pada status siaga, publik pun direkomendasikan untuk tidak melakukan aktivitas pendakian di Gunung Merapi, karena masih berpotensi ada lontaran material hingga radius 3 kilometer dari puncak, jika terjadi erupsi eksplosif. 

"Selain itu, potensi awan panas bisa meluncur sampai jarak 7 kilometer di barat daya. Dari rekomendasi potensi bahaya tersebut, akhirnya pendakian tidak disarankan sampai dengan saat ini," tandasnya, Senin (16/6/2025).

Ia memaparkan, berdasarkan sejarah letusan Merapi sejak abad 18, terdapat lebih dari 80 kejadian erupsi, di mana erupsi yang bersifat eksplosif cenderung mendominasi. 

Sehingga, berkaca dari catatan tersebut, potensi terjadinya erupsi eksplosif di Gunung Merapi selama masa siaga ini masih sangat tinggi probabilitasnya.

"Kalau pendakian, sebenarnya yang dilarang adalah ketika masuk potensi bahaya. Kalau misalnya mendaki dan tidak masuk potensi bahaya, ya tidak apa-apa," ungkap Agus. 

"Masalahnya, batasan potensi bahaya saat ini kan 3 sampai 4 kilometer. Jadi, memang praktis terbatas sekali. Tapi, (pendakian) masih bisa selama di luar radius 3 kilometer," urainya.

Oleh sebab itu, ia pun menegaskan, aktivitas pendakian oleh oknum yang viral di media sosial tersebut, dipastikan ilegal dan melanggar ketentuan.

Bahkan, lebih jauh, yang bersangkutan bisa mendapatkan tindakan tegas dari Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) akibat perbuatannya itu.

"Batuan di atas tidak stabil. Jadi, bisa saja tiba-tiba batuan yang diinjak longsor, dia bisa ikut jatuh. Itu sangat berbahaya. Kemudian licin, kasus almarhum Eri (2025) itu kan menunjukkan risiko tinggi untuk beraktivitas di puncak," jelasnya.

Toh, Agus menyebut, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh warga masyarakat untuk menikmati keindahan Gunung Merapi, tanpa harus mendakinya sampai puncak tertinggi.

Selain aman dan tidak berpotensi membahayakan diri sendiri, pemandangan serta panorama yang disuguhkan pun tidak kalah elok.

"Untuk melihat Merapi dari kaki sampai puncaknya, itu justru bisa diakses dari gunung yang lain, ya. Misalnya, Merbabu, mendaki dari sisi selatan, itu malah sangat indah," pungkasnya. (*)

 

Berita Terkini