TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sekretaris Daerah (Sekda) Daerah Istimewa Yogyakarta, Beny Suharsono, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul berbagai keluhan dari sekolah, termasuk soal kualitas makanan yang buruk dan meningkatnya beban kerja guru.
Hal ini disampaikannya menanggapi laporan dari SMKN 4 Yogyakarta terkait pelaksanaan MBG yang ditemui sejumlah catatan.
"Bahkan juga Pak Gubernur itu sudah wanti-wanti, karena kita ini kan sebelumnya punya pengalaman mengelola yang kecil-kecil. Nah, sekarang kita menghadapi pengalaman mengelola yang (porsi) besar dan cepat," ujar Beny, Senin (6/5/2025).
Menurutnya, tantangan dalam program MBG sangat besar karena kebutuhan makanan bergizi harus tersedia setiap hari secara berkelanjutan untuk ribuan siswa.
Ia menegaskan bahwa dari awal sudah ada peringatan karena program ini menyangkut trust (kepercayaan) publik.
"Ini sudah jadi informasi publik. Jadi ya kita nggak boleh saling menyalahkan satu sama lain. Kita harus berbenah, memperbaiki mekanisme. Maka ya, yuk, kita evaluasi. Kita perbaiki bareng-bareng," lanjutnya.
Beny juga menyoroti tantangan teknis dalam produksi dan distribusi makanan, yang membutuhkan waktu panjang.
Ia menyebut bahwa makanan harus mulai dimasak sejak dini hari.
"Masak mulai jam 3 atau mungkin jam 4 pagi. Padahal makanan itu disajikan mulai jam 10 siang. Nah, itu kan sudah ada rentang waktunya. Kalau ini berproses, berarti ada proses memasak yang butuh waktu sekitar 5–6 jam," jelasnya.
Beny juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan evaluasi bersama. Ia mengingatkan bahwa semua pihak seharusnya tidak takut melaporkan permasalahan di lapangan.
"Kalau benar informasinya—sekali lagi ya, kalau benar informasinya—maka itu bisa jadi bahan evaluasi bersama. Jangan sampai kita menerima dampak lalu dipendam, kasihan. Pertama, kasihan siswanya. Kedua, kasihan tenaga pendidiknya," tegas Beny.
Ia juga merespons keluhan soal beban guru dengan menyatakan bahwa seharusnya guru hanya fokus pada fungsi edukasi, bukan logistik makanan.
"Tugas guru dari awal itu kan murni untuk melaksanakan tugas edukasi. Kalau ada tambahan, mestinya ya harusnya ada sekretariat yang bisa bantu guru dan kepala sekolah. Tapi kalau sampai guru berubah fungsi jadi pengelola, ya itu harus jadi bahan evaluasi juga," kata Beny.
Terkait laporan makanan basi, Beny menegaskan evaluasi tidak hanya ditujukan kepada SPBG (Satuan Pelaksana Bidang Gizi), tapi juga penyedia lain dalam sistem distribusi makanan.
"Nanti kan ada kontrol soal sterilisasi makanan. Konsepnya kan juga harus ada ahli gizi. Kalau dulu itu, istilahnya ada tukang icip-icip. Nah, proses-proses seperti itu juga harus jadi bagian dari evaluasi bersama," ucapnya.