TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) menyampaikan keberatannya terhadap peredaran produk minuman beralkohol yang mencantumkan nama-nama wilayah ikonik di Yogyakarta, seperti "Kaliurang" dan "Parangtritis".
Produk tersebut menuai kontroversi dan gelombang penolakan dari masyarakat, terutama dari warga sekitar wilayah yang namanya digunakan sebagai merek dagang.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, menegaskan bahwa sejak awal, pemerintah daerah telah memiliki sikap tegas terkait peredaran minuman keras (miras) dengan kadar alkohol tertentu.
“Ya, memang dari awal kita sepakat bahwa peredaran minuman keras dengan kadar tertentu itu secara terbuka dilarang, kecuali yang memang sudah memiliki izin resmi. Kalau memang ada izinnya, ya itu diatur pada level tertentu,” ujar Beny Suharsono.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap peredaran miras, terutama yang dijual melalui platform daring.
Pemda DIY, kata Beny, bahkan telah menyampaikan hal ini hingga ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Digital (Komdigi) untuk ditindaklanjuti lebih lanjut.
“Apalagi kalau produk itu sudah bermerek dan memiliki kadar alkohol yang tinggi, tentu kita sangat keberatan,” imbuhnya.
Namun demikian, Sekda DIY juga menyoroti pentingnya memeriksa keabsahan proses perizinan produk tersebut.
Menurutnya, apabila produk tersebut bisa beredar di pasaran, berarti ada proses perizinan yang berlangsung, dan itu harus dicek apakah sudah sesuai prosedur atau tidak.
Baca juga: BPBD Gunungkidul Siapkan 1500 Tangki Air Bersih
Menanggapi reaksi masyarakat di Kaliurang yang menolak penggunaan nama daerah mereka, Beny menyatakan bahwa pemerintah daerah sangat menghormati resistensi tersebut.
Ia mengakui bahwa dampak sosial dari penggunaan nama lokal dalam konteks miras bisa memicu keresahan yang lebih luas.
“Kalau ada resistensi atau penolakan dari masyarakat, tentu kita harus hormati. Kita juga tidak ingin dampaknya menjadi terlalu luas. Ini saja produknya tidak diproduksi di sini sudah memunculkan reaksi seperti ini, apalagi kalau diproduksi secara lokal,” tegasnya.
Ketika ditanya mengenai legalitas penggunaan nama daerah untuk produk beralkohol, Beny mengaku enggan berkomentar lebih jauh.
Ia lebih memilih untuk menekankan pentingnya memverifikasi lokasi produksi dan proses perizinan.