TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY mulai mengambil langkah konkret dalam pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan bekas Parkir Abu Bakar Ali (ABA), yang terletak di koridor strategis Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Salah satu langkah awal yang kini ditempuh adalah pengurusan Serat Kekancingan ke Keraton Yogyakarta.
Kepala DLHK DIY, Kusno Wibowo, mengungkapkan bahwa proyek ini akan dibiayai melalui Dana Keistimewaan (Danais).
Selain pengurusan kekancingan, pihaknya juga tengah melakukan identifikasi ulang terkait luasan lahan yang akan digunakan.
“Saat ini teman-teman kami di DLHK baru mengurus izin Kekancingan, ini baru kita mulai,” kata Kusno.
Luasan lahan yang diajukan untuk proyek RTH tersebut diperkirakan sekitar 7.000 meter persegi.
Namun, ukuran pastinya masih menunggu proses pengukuran dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY bersama pihak Keraton, sebagai bagian dari prosedur sebelum Serat Kekancingan diterbitkan.
“Kurang lebih luasannya 7000-an meter persegi, tapi nanti tepatnya dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang yang mengukur, nanti juga mungkin dari pihak Keraton sebelum mengeluarkan kekancingan,” imbuh Kusno.
Baca juga: 7 FAKTA TKP Abu Bakar Ali Yogyakarta Dibongkar dan Bakal Disulap Jadi Ruang Terbuka Hijau
Hingga saat ini, DLHK DIY belum memiliki dokumen Detail Engineering Design (DED) untuk pembangunan RTH tersebut.
Pengajuan anggaran penyusunan DED akan dilakukan dalam perubahan Dana Keistimewaan (DAIS) tahun anggaran 2025.
Kusno menargetkan proses penyusunan DED bisa dimulai pada April atau Mei mendatang.
“Sampai saat ini, ini baru akan kita usulkan untuk penganggaran DED di perubahan DAIS tahun 2025 ini,” jelasnya.
Adapun pembangunan fisik ruang hijau baru bisa dilaksanakan setelah DED selesai, dengan kemungkinan paling cepat di akhir 2025 atau bergeser ke tahun 2026, tergantung pada kesiapan seluruh dokumen pendukung.
DLHK juga merencanakan bahwa sekitar 50–55 persen dari luas area akan dihijaukan dengan pohon-pohon besar.
Beberapa di antaranya adalah jenis endemik Yogyakarta atau tanaman yang memiliki nilai filosofis, sejalan dengan keberadaan lokasi yang termasuk dalam kawasan bersejarah Sumbu Filosofi Yogyakarta, yang kini diusulkan menjadi warisan dunia UNESCO.
“Ya nanti direncanakan ada di sana untuk endemik Jogja atau yang mempunyai makna filosofi,” ujar Kusno.
Langkah ini menandai upaya berkelanjutan Pemda DIY dalam memperkuat identitas budaya sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui pengadaan ruang hijau yang berkelanjutan dan berlandaskan nilai-nilai lokal. (*)