Tribunjogja.com Yogyakarta --- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) mencatatkan capaian signifikan dalam tata kelola pemerintahan selama tahun anggaran 2024.
Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk Live Ngobrol Parlemen yang mengangkat tema “Membaca LKPJ Gubernur DIY Tahun 2024”, Sabtu (12/4/2025).
Namun demikian, sejumlah tantangan terutama di sektor kesejahteraan masyarakat masih memerlukan perhatian serius.
Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) DIY, Danang Setiadi, S.I.P., M.T., menegaskan bahwa dalam penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), Pemda DIY mengedepankan transparansi dan akurasi.
“Jika target tidak tercapai, ya disampaikan sebagaimana adanya. Ini menjadi dasar evaluasi untuk perbaikan ke depan,” ujar Danang.
Dalam aspek tata kelola, DIY kembali meraih predikat AA untuk akuntabilitas kinerja dari Kementerian PAN-
Predikat tersebut merupakan yang keenam atau ketujuh kali secara berturut-turut dan menjadikan DIY sebagai salah satu dari tiga daerah yang meraihnya di tahun 2024, bersama Kota Surabaya dan Banyuwangi.
Selain itu, pengelolaan keuangan DIY juga mencatat capaian impresif.
Pemerintah daerah ini kembali meraih Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk ke-12 kalinya secara berturut-turut. Reformasi birokrasi juga dinilai berada pada peringkat tertinggi secara nasional.
“Tak heran jika banyak pemerintah daerah dari luar DIY datang untuk studi banding, baik ke Pemda maupun DPRD,” imbuh Danang.
Meski prestasi tata kelola tinggi, beberapa indikator kesejahteraan masyarakat belum menunjukkan hasil optimal. Salah satu yang menonjol adalah angka kemiskinan, yang pada tahun 2024 tercatat sebesar 10,4 persen.
Angka ini tertinggi secara nasional dari sisi persentase, meskipun jumlah absolutnya tidak sebesar daerah lain.
“Target kita adalah 10,16 persen. Jadi sebenarnya kita belum berhasil mencapai target tersebut,” kata Danang.
Namun, ia mencatat bahwa laju penurunan kemiskinan DIY justru yang tertinggi secara nasional.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DIY menempati peringkat dua nasional.
Angka harapan lama sekolah menjadi yang tertinggi di Indonesia, disusul rata-rata lama sekolah di peringkat tiga. Dari aspek kesehatan, umur harapan hidup di DIY telah menembus 75 tahun lebih, tertinggi nasional.
Yang menarik, meskipun persentase kemiskinan tinggi, pengeluaran per kapita masyarakat DIY justru menempati posisi kedua tertinggi secara nasional.
“Ini menunjukkan pola konsumsi masyarakat DIY cukup tinggi, meski dalam statistik masih tercatat miskin,” kata Danang sambil tersenyum.
Gap Perencanaan dan Kolaborasi Daerah
Diskusi juga menyinggung soal ketimpangan antara dokumen perencanaan daerah dan nasional.
DIY telah menetapkan RPJMD 2022–2027, sementara pemerintah pusat merancang RPJMN 2025–2029. Hal ini berpotensi menimbulkan irisan arah pembangunan.
Namun, Danang optimistis perbedaan tersebut tidak akan mengganggu sinkronisasi lintas pemerintahan.
Menurutnya, berbagai program strategis tetap dikolaborasikan bersama kabupaten/kota sejak awal periode perencanaan, termasuk dalam menyepakati target kemiskinan hingga penetapan lokus prioritas intervensi.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, S.T., M.Si., menekankan pentingnya melihat capaian LKPJ dari kacamata konstitusional.
“Tugas pemerintah daerah adalah menjalankan amanat UUD 1945: melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan, dan mewujudkan keadilan sosial,” tegas Eko.
Ia menyoroti tiga tantangan besar yang belum tercapai dalam LKPJ Gubernur, yaitu penurunan angka kemiskinan, indeks pembangunan kebudayaan, dan pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, pemerintah harus memperkuat basis data mikro untuk memetakan kebutuhan masyarakat dari tingkat paling bawah.
“Dari 3,7 juta penduduk DIY, berapa yang usia sekolah, usia produktif, lansia? Ini semua harus dihitung dengan akurat,” ujarnya.
Eko juga mendorong optimalisasi sumber dana di luar APBD, seperti melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Ia mencontohkan pembangunan toilet publik di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, taman kota, hingga pengadaan ambulans yang dapat dilakukan tanpa membebani APBD.
Ia mengkritisi lambannya realisasi gagasan ini.
Pemangkasan anggaran pusat sebesar Rp 780 triliun untuk periode 2025–2026 menjadi pemicu bagi daerah untuk lebih mandiri dan inovatif. Salah satu upaya nyata adalah penguatan desa dan kelurahan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan kebudayaan.
Pemda DIY telah menetapkan Perda Nomor 3 Tahun 2024 yang mewajibkan alokasi anggaran ke setiap kalurahan dan kelurahan secara adil.
Harapannya, dana minimum Rp1 miliar per desa/kelurahan dari provinsi, ditambah kontribusi dari kabupaten/kota, bisa memicu pemerataan pembangunan dari bawah.
“Desa harus punya pemimpin yang berintegritas, tidak korupsi, tidak jual tanah kas desa. Ini kunci utama,” tegas Eko.
Menutup diskusi, Danang Setiadi menyampaikan komitmen Pemda DIY untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi dari DPRD, terutama yang berkaitan dengan peningkatan efektivitas perencanaan, pengentasan kemiskinan, dan optimalisasi penggunaan anggaran.
“Kami sadar tidak bisa bekerja sendiri. Butuh kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, dari tingkat provinsi sampai desa,” tutupnya. (*)