Ia mengungkapkan bahwa kawasan Keraton Yogyakarta mengalami peningkatan beban, baik dari sisi jumlah kunjungan wisatawan maupun perubahan fungsi ruang yang semakin padat.
"Peningkatan kegiatan ini berisiko menambah tekanan pada nilai pelestarian kawasan, sehingga diperlukan kajian lebih rinci dan langkah-langkah preventif untuk menghindari kerusakan lebih lanjut," jelas Ikaputra.
Lebih lanjut, Ikaputra mengingatkan bahwa pengurangan intensitas lalu lintas melalui konsep ‘traffic calming’ harus menjadi prioritas, di samping mendukung penggunaan moda transportasi yang ramah lingkungan serta meningkatkan fasilitas pedestrian.
"Penanganan Plengkung Nirbaya tidak hanya menyangkut perlindungan fisik bangunan, tetapi juga mempertimbangkan pelestarian atribut budaya di dalam kawasan benteng, yang harus dijaga dari ancaman kerusakan tanpa mengurangi manfaatnya bagi masyarakat," tambahnya.
Sebagai langkah awal, pengaturan jumlah kunjungan ke kawasan Keraton juga diusulkan untuk menghindari kepadatan yang dapat merusak cagar budaya.
Pembatasan kendaraan yang memasuki kawasan ini, terutama di Plengkung Nirbaya, menjadi langkah konkret yang perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian warisan budaya ini.
Dengan adanya uji coba Sistem Satu Arah dan rencana pengaturan lalu lintas yang lebih ketat, diharapkan kawasan sekitar Plengkung Nirbaya dapat terhindar dari kerusakan lebih lanjut dan tetap menjadi warisan budaya yang bisa dinikmati oleh generasi mendatang.