Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Dinas Kesehatan dan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul mengingat masyarakat untuk tindak melakukan tradisi Berandu atau brandu apabila hewan ternaknya mati atau sakit.
Hal ini menindaklanjuti kasus terbaru satu ekor sapi dinyatakan positif antraks di Dusun Sawah, Tileng, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, dari hasil laboratorium BBVet Wates, pada 15 Februari 2025 lalu.
Tradisi Berandu merupakan tradisi menyembelih ternak yang mati atau sakit, kemudian dagingnya dibagikan kepada warga.
Tradisi ini juga dikenal dengan sebutan porak atau purak.
Baca juga: BREAKING NEWS: Satu Ekor Sapi di Gunungkidul Dilaporkan Positif Antraks
"Kami minta masyarakat menghentikan tradisi Berandu karena tradisi ini dilarang dan sudah diatur dalam Perda di bawah naungan Perda nomor 13 tahun 2023 tentang penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan. Jika hewan ternak mati harus segera dikubur jangan dikonsumsi," tutur Kepala DPKH Gunungkidul Wibawanti Wulandari saat dikonfirmasi pada Senin (17/2/2025).
Pelarangan melakukan tradisi Berandu untuk menekan perluasan penyebaran virus zoonosis tersebut.
Pihaknya juga melakukan disinfektan di lokasi temuan antraks tersebut.
"Kami sudah melakukan penyemprotan kandang ternak di wilayah tersebut, selama dua hari berturut-turut. Serta, melakukan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada masyarakat. Sejauh ini, belum ada laporan tambahan ternak yang sakit maupun mati," paparnya.
Sementara, atas temuan kasus baru antraks ini, pihaknya masih melakukan pertimbangan soal penutupan pasar hewan untuk pengetatan lalu lintas hewan.
"Pemantauan lalu lintas ternak memang sulit dilakukan, jadi memang untuk masalah penutupan pasar ini saya ikut perintah bupati saja nanti seperti apa. Yang jelas kami selalu menjadwalkan di pasar hewan untuk melakukan pengecekan serta meminta kepada peternak untuk tidak membawa hewannya keluar terlebih dahulu," urainya (ndg)