Berita Pendidikan Hari Ini

Intip Arsip Cetak Grafis di Zaman Kolonial dalam Festival Trilogia di ISI Yogyakarta

Penulis: Ardhike Indah
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Festival Seni Cetak Grafis: TRILOGIA yang digelar di Galeri R.J. Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada 7-20 Desember 2024

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Dari goresan tangan hingga teknologi canggih, seni cetak grafis terus bertransformasi menjadi medium ekspresi yang penuh daya tarik.

Mulai dari cetakan di kertas tradisional hingga eksplorasi digital masa kini, seni ini mencerminkan evolusi kreativitas manusia, menyeimbangkan antara teknik klasik dan inovasi modern.

Setiap guratan dan warna yang tercetak membawa cerita—tidak hanya tentang seniman, tetapi juga tentang zaman yang melahirkannya.

Itu bisa terlihat dalam Festival Seni Cetak Grafis: TRILOGIA yang digelar di Galeri R.J. Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Direktur Festival Seni Cetak Grafis, Sukma Smita mengatakan, festival ini ingin merayakan seni cetak grafis, tidak hanya dalam ranah seni rupa kontemporer, tapi juga dalam praktik keseharian.

Ia mengungkapkan, festival ini menyuguhkan empat kegiatan utama. Pertama adalah pameran yang digelar mulai 7-20 Desember 2024.

“Pameran ini terbuka untuk umum dan ada berbagai karya seni, arsip, serta benda keseharian yang berkaitan dengan seni cetak grafis,” jelas dia kepada wartawan di ISI Yogyakarta, Sabtu (7/12/2024) malam.

Dikatakannya, lantai pertama galeri bakal memperlihatkan arsip-arsip sejarah seni cetak grafis di Indonesia, dari masa kolonial Belanda hingga orde baru yang memperlihatkan konteks propaganda.

Kemudian, ada pameran bertajuk ‘Artist Proof’ yang bakal memamerkan berbagai karya seni kontemporer sebagai perluasan seni cetak grgis.

Terakhir, ada pameran bertajuk ‘Cetak Aksi: Dari Kamar Gelap ke Lapak Terang’ yang memperlihatkan gugusan benda-benda keseharian yang menggambarkan perkembangan masyarakat dengan budaya cetak, baik itu untuk hobi maupun konsumerisme.

Kurator pameran ‘Ada dan Berlipat Ganda’, Febrian Adinata Hasibuan menambahkan, di lantai satu galeri, ada tujuh sesi yang bisa dinikmati oleh pengunjung.

Bagian pertama, pameran mengulas arsip seni cetak grafis di era kolonial. Arsip-arsip itu mencakup brosur pariwisata yang mendokumentasikan flora, fauna, serta pembagian wilayah juga suku.

Di bagian berikutnya, ada pembahasan bagaimana seni cetak grafis menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa, dalam konteks kostum tradisional.

Adapun penampakan kostum tersebut diambil dari catatan perjalanan pelancong Belanda yang mendokumentasikan kehidupan masyarakat Jawa.

“Kami juga menampilkan seni grafis yang menjadi propaganda kolonial jepang,” terangnya.

Ia memastikan, sebanyak 50 persen arsip yang dipamerkan di Galeri R.J Katamsi itu tidak dimiliki oleh lembaga arsip resmi.

“Sebagian besar arsip ini ditemukan oleh teman-teman yang cinta buku, yang mengarsipkan secara pribadi atau melalui lembaga swasta," tukas dia. ( Tribunjogja.com )

Berita Terkini