Strategi Dinas Koperasi dan UKM DIY untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM

Penulis: Hanif Suryo
Editor: Muhammad Fatoni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Talkshow Ekspose Produk Usaha Mikro bertema Strategi Digitalisasi untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM di Ruang Teatrikal Gedung Pengembangan Pusat Bahasa UIN Yogyakarta, Rabu (27/3/2024).

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Digitalisasi memainkan peran kunci dalam pemberdayaan serta membangun keberlanjutan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Salah satu alasan utamanya adalah pemanfaatan teknologi digital mampu menjangkau pelaku usaha secara masif serta meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya sekaligus.

Di samping itu, teknologi digital juga berperan penting dalam mengefisienkan sistem operasional usaha hingga membukakan akses pasar yang lebih luas bagi para pelaku UMK.

Akan tetapi, perjalanan proses digitalisasi UMKM di Tanah Air bukan tanpa hambatan.

Hal ini terlihat dari berbagai tantangan yang masih dijumpai di lapangan.

Kepala  Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Ir.Srie Nurkyatsiwi, M.M.A mengungkapkan bahwa pemerintah memiliki fungsi regulasi untuk meningkatkan daya saing UMKM DIY, terutama di era digitalisasi saat ini.

"Kalau bicara peran pemerintah pusat, ada gerakan nasional bangga buatan Indonesia. Jadi kita dorong terus pemanfaatan terhadap produk-produk lokal buatan Indonesia," terang Siwi, sapaan akrabnya dalam Talkshow Ekspose Produk Usaha Mikro bertema "Strategi Digitalisasi untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM" di Ruang Teatrikal Gedung Pengembangan Pusat Bahasa UIN Yogyakarta, Rabu (27/3/2024).

"Kedua, ada Peraturan Pemerintah 7 mengenai belanja pemerintah ini dari koperasi dan UMKM. Tapi ini nggak ada gunanya juga disaat kita nggak memenuhi terhadap standar-standar tersebut," imbuhnya.

Bicara potensi UMKM, lanjut Siwi, di wilayah DIY memiliki potensi besar terutama di bidang pariwisata.

"Wisatawan ini tidak mungkin tidak membutuhkan buah tangan kan. Untuk wisatawan yang berkantong tebal, ya pasti akan meningkatkan kebutuhannya yang premium. Maka yang paling penting adalah teman-teman UMKM duduk bersama, untuk memetakan pasar. Harus jelas produk yang kita produksi itu apa, kita mempunyai produk dulu atau kita cari tahu dulu apa yang dibutuhkan pasar tersebut," kata Siwi.

Lebih lanjut Siwi menjelaskan, Pemda DIY melalui Diskop UKM memiliki inovasi untuk mendata, membina, hingga memasarkan produk UMKM atau yang dikenal Sistem Informasi Pembinaan Koperasi dan UKM Daerah Istimewa Yogyakarta (SiBakul Jogja).

Melalui Sibakul Jogja, para wirausaha baru, koperasi, dan UMKM dapat meningkatkan skala usahanya melalui pelatihan yang diikuti sesuai dengan kebutuhan serta keikutsertaan dalam markethub Sibakul yang membuka pangsa pasar lebih luas.

Siwi menjelaskan, SiBakul Jogja kini telah menaungi lebih dari 346 ribu pelaku UMKM yang tersebar di 4 kabupaten 1 kota se-DIY.

Pendampingan pada mitra SiBakul pun terus diberikan oleh Diskop UKM DIY, meliputi sumber daya manusia, produk, legalitas produk, tata kelola manajemen keuangan, pemasaran produk, serta penggunaan teknologi digital.

"Kami mengajak UMKM terus bergerak, berjuang, tidak bosan-bosan belajar terus, melakukan inovasi, kreativitas dan saling mendukung untuk berkolaborasi, dan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi," ujarnya.

Hadir pula sebagai narasumber yakni Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ilsa Haruti Suryandari, SIP., M. Sc., CA., Ak., CFP., AEPP. Dalam kesempatan tersebut, Ilsa mengatakan bahwa pengelolaan keuangan ini sangatlah penting terutama bagi pebisnis pemuda.

"Mungkin bagi pebisnis pemula, biasanya untuk pengelolaan keuangan ini dipikir nanti dulu, yang penting bisnisnya laku. Padahal kalau kita ingin naik kelas, pencatatan keuangan itu sangat penting supaya uang pribadi itu kemudian tidak tercampur dengan uang bisnis," ujarnya.

"Selanjutnya, pencatatan keuangan ini penting supaya tahu apa tujuan kita. Jadi kita harus punya target, kalau dari mikro mau naik kelas ke menengah harus mencapai target tertentu. Nah untuk tahu apakah kita sudah mencapai menengah atau belum, itu kita harus memiliki pencatatan keuangan supaya nanti kita bisa melihat apakah usaha kita masih tergolong mikro atau naik menengah," imbuhnya.

Pentingnya pencatatan keuangan, lanjut Ilsa, yakni untuk mendapatkan sumber pinjaman usaha.

"Selama ini orang tahu pendanaan itu yang paling mudah lewat pinjol, yang kemudian sering dipakai oleh pelaku usaha untuk mendapatkan pinjaman usaha dengan mudah. Tapi kalau kita punya pencatatan keuangan, itu ada pilihan yang lain lagi yakni crowdfunding atau urun dana. Jadi pelaku usaha bisa meng-upload atau mengajukan proposal bisnis ke crowdfunding tersebut, kemudian nanti akan ada investor, kalau memang proposal teman-teman itu menarik maka akan ada yang membantu mendanai. Jadi membuat anggaran, kemudian proyeksi keuangan, supaya investor tahu bisnis ini rugi atau laba, dan berapa lama untung akan didapat," terangnya.

Narasumber lainnya yakni CEO BHMTC, Bio Hadikesuma memaparkan bahwa dari perspektifnya sebagai pelaku usaha bisnis merupakan main job.

"Sementara selama 19 tahun sebagai pebisnis, saya mengamati bahwa rata-rata orang di Indonesia menjadikan bisnis sebagai second job. Kalau dia memusatkan konsentrasinya kepada usaha itu ada potensi usahanya bisa menyerap banyak tenaga kerja, tapi karena hanya second job akhirnya usahanya hanya dia jalankan sendiri," ujarnya. (*)

Berita Terkini