TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Agung Ismiyanto sangat panik dan merasa bingung ketika pandemi Covid-19 secara tiba-tiba terjadi di Indonesia dan seluruh negara di dunia.
Maklum, bapak dua anak asal Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, tersebut baru saja merintis usaha toko pakaian di timur Kabupaten Bantul.
Gaya Fashion, demikian nama toko pakaian itu, belum setahun dirintis oleh Agung dan keluarga sebelum pandemi Covid-19 melanda semua negara di berbagai belahan bumi.
Toko seluas sekitar 5 x 10 meter yang berlokasi di Piring, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul, itu berdiri berkat Kredit Usaha Rakyat atau KUR BRI.
Pada April 2019, Agung dan istri mengajukan bantuan permodalan KUR BRI sebesar Rp200 juta dengan tenor alias lama angsuran 48 bulan atau sama dengan empat tahun.
Dengan jumlah pinjaman sebesar Rp200 juta dan tenor 48 bulan, cicilan yang harus disetorkan Agung ke BRI sekira Rp4 juta per bulan sesuai tanggal yang telah disepakati.
Baca juga: Akses Modal Lewat KUR BRI, Samsudin Raup Jutaan Rupiah Per Hari Berkat Usaha Ramesan
Lebih kurang 10 bulan menjalankan usaha toko pakaian, perputaran uang berjalan lancar sehingga Agung dan istri tidak mengalami masalah dalam membayar cicilan KUR BRI.
Sebulan berselang, virus corona merebak ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia, dan menjadi mimpi buruk bagi Agung dan istri yang sedang merintis usaha toko pakaian.
"Tepat setahun setelah mengajukan KUR BRI untuk mendirikan usaha, terjadi pandemi Covid-19. Kami terdampak," terang Agung kepada Tribunjogja.com, Kamis (21/3/2024).
Toko pakaian Gaya Fashion yang sebenarnya mulai ramai pun menjadi seketika sepi, membuat Agung beserta istri panik dan bingung karena punya tanggungan cicilan KUR BRI.
"Saya, istri, dan dua anak juga harus bertahan hidup. Padahal, kondisi tengah tidak menentu gara-gara wabah virus corona di Tanah Air," tambah pria yang juga musisi tersebut.
Pandemi Covid-19 memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan aktivitas, jaga jarak, dan sebagainya guna meminimalisasi penularan antar-individu virus corona.
Baca juga: Berkat KUR BRI, Gondrong Kini Jadi Bos Angkringan
"Orang-orang tidak keluar rumah. Jam buka toko pakaian dibatasi menjadi sangat pendek. Pembeli nyaris tak ada. Kami benar-benar tak punya pemasukan," sambung Agung.
Omzet atau pendapatan kotor rata-rata per hari toko pakaian Gaya Fashion yang sebelumnya di atas Rp10 juta pun menjadi nol rupiah manakala terjadi pandemi Covid-19.
"Kami tidak tahu harus membayar angsuran KUR BRI pakai apa. Untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan saja, kami harus habis-habisan memutar otak," tutur Agung.
Beruntung, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan kemudian mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit untuk meringankan beban ekonomi para nasabah bank.
Keringanan cicilan itu bertujuan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan memberikan ruang gerak bagi sektor usaha dan masyarakat supaya tetap bisa bertahan.
Kebijakan yang ditetapkan pada Maret 2020 tersebut berlaku untuk seluruh nasabah perbankan maupun lembaga pembiayaan yang memenuhi syarat restrukturisasi kredit.
Baca juga: Sempat Surut, Klaster Kerajinan Kulit Keparakan Tatap Masa Depan Bersama BRI
"Kami bersyukur saat ada penerapan restrukturisasi kredit, termasuk untuk nasabah KUR BRI. Tanpa pikir panjang, kami pun mengajukan keringanan cicilan," papar Agung.
Ia mengajukan restrukturisasi kredit sebagai dampak pandemi Covid-19 pada April 2020 kala telah melewati masa 12 bulan atau satu tahun melakukan angsuran KUR BRI.
Setelah menyerahkan semua dokumen yang diwajibkan, permohonan restrukturisasi kredit dari Agung mendapat persetujuan dari BRI hanya dalam waktu satu minggu.
"Saya mendapat keringanan tidak membayar angsuran KUR BRI selama 12 bulan setelah permohonan disetujui. Saya dan istri akhirnya bisa bernapas lega," jelas Agung.
Pertanyannya, tatkala masa keringanan angsuran selama 12 bulan sudah terlewati, apakah Agung kemudian harus membayar seluruh utang yang tertunggak kepada BRI?
"Tidak. Sisa utang disesuaikan menjadi tenor 48 bulan lagi sehingga angsuran saya per bulan lebih ringan. Pada saat bersamaan, usaha saya berjalan lagi," kata Agung.
Baca juga: Restrukturisasi COVID-19 Bakal Berakhir, BRI Buka Peluang Restrukturisasi Non COVID-19
Restrukturisasi kredit sebagai dampak pandemi Covid-19 akan berakhir pada pengujung Maret 2024. Perbankan pun bersiap jika kebijakan tersebut akhirnya dihentikan.
Regional CEO BRI Yogyakarta, John Sarjono, mengatakan bahwa hingga Februari 2024 lalu restrukturisasi dampak Covid-19 tersisa Rp4,5 triliun dari posisi semula Rp17 triliun.
Nah, dengan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit sebagai dampak pandemi Covid-19, John menyebut, BRI merasa perlu melakukan negosiasi dengan para nasabah.
Bahkan, John mengemukakan, BRI tidak menutup kemungkinan untuk membuka peluang kembali menerapkan kebijakan restrukturisasi kredit, tetapi yang non-Covid-19.
"Kalau nasabah masih punya pilar restrukturisasi, yaitu itikad baik, kapasitas, dan kondisi usaha masih jalan, kami bisa lakukan restrukturisasi non-Covid-19," katanya, Kamis.
Namun demikian, apabila pilar restrukturisasi yang dimiliki oleh nasabah memang tidak terpenuhi, BRI tentu akan melakukan tindak lanjut berupa penyelesaian pinjaman.
Baca juga: Bayar Homestay untuk Nginap di Nepal Van Java Magelang Bisa Pakai QRIS BRI
"Opsi penyelesaian pinjaman dapat dilakukan secara damai, semisal dengan penjualan agunan di bawah tangan. Nasabah sendiri yang melakukan penjualan," urai John.
Opsi lain penyelesaian pinjaman adalah lewat jalur hukum dan likuidasi agunan melalui saluran lelang jika nasabah sudah tidak kooperatif dan tidak bisa diajak bernegosiasi.
Sebagai bank umum milik pemerintah, John mengatakan, BRI mempunyai tanggung jawab besar lantaran sumber berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja negara alias APBN.
Lebih-lebih, bank menjalankan operasional atas dasar aturan ketat, yakni tidak hanya diaudit oleh OJK dan Badan Pemeriksa Keuangan, tetapi juga ada audit secara eksternal.
"Kami nggak mau menekan orang. BRI paling susah likuidasi. Itu opsi terakhir. Harapan kami tentu tetap memberi kesempatan restrukturisasi, tapi non-Covid-19" tegasnya. (*)