Berita Bisnis Terkini

Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil DIY Diperkirakan Melemah pada Tahun 2024

Penulis: Christi Mahatma Wardhani
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DIY menyebut industri tekstil DIY, khususnya yang berorientasi ekspor bakal mengalami penurunan. 

Ketua Komtap Pembinaan & Pengembangan Sekretariat Kadin DIY, Timotius Apriyanto mengatakan kondisi geopolitik global yang belum stabil diperkirakan menggerus permintaan tekstil dan produk tekstil dari DIY.

Praktis hal tersebut juga akan mempengaruhi neraca perdagangan DIY. 

Padahal tekstil dan produk tekstil memberikan kontribusi besar pada barang ekspor dari DIY. 

"Kontribusi ekspor DIY itu adalah tekstil dan produk tekstil, mabel dan kerajinan, dan sarung tangan kulit. Tekstil ini akan menantang dan kasuistik, khususnya bagi produk tekstil yang berorientasi ekspor," katanya, Minggu (28/01/2024). 

Ia menyebut negara tujuan ekspor DIY masih didominasi oleh Amerika Serikat, disusul Jepang, dan Jerman.

Kondisi geopolitik yang tidak stabil di berbagai negara membuat konsumen lebih memilih produk-produk yang esensial. 

"Situasi Eropa, kondisi geopolitik yang belum stabil ini akan menekan jauh (permintaan ekspor), 40 sampai 70 persen dropnya dari tahun lalu. Ini akan mempengaruhi neraca perdagangan kita (DIY)," sambungnya. 

Menurut dia, pemerintah perlu memberikan kebijakan fiskal dan insentif kepada dunia usaha dan industri. Sehingga pelaku usaha dan industri bisa bertahan. 

Baca juga: Ekspor Tekstil DIY Turun, Perlu Ada Insentif 

Terpisah, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Herum Fajarwati mengungkapkan aktivitas ekspor DIY mengalami penurunan sejak Mei 2023.

Ekspor DIY pada November 2023 tercatat senilai US$ 39 juta, turun 0,26 persen dibanding Oktober 2023. 

"Jika dibandingkan dengan tahun lalu, tren pelemahan ekspor sejak Mei 2023 masih berlanjut. Nilai ekspor mengalami penurunan sebesar 8,88 persen secara tahunan," ungkapnya. 

Ia mencatat ada tiga komoditas tertinggi sejak Januari hingga November 2023, yaitu pakaian jadi bukan rajutan dengan nilai US$ 153,4 juta atau 36,06 persen.

Kemudian perabot penerangan rumah dengan nilai US$ 52,4 juta atau 12,32 persen.

Komoditas lainnya adalah barang-barang dari kulit senilai US$ 47,3 juta atau 11,12 persen. 

Sementara pangsa ekspor terbesar adalah Amerika Serikat dengan nilai US$ 15,6 juta atau 40 persen, kemudian Jerman dengan nilai US$ 3,2 juta atau 8,21 persen, dan Jepang dengan nilai US$ 2,9 juta atau 7,44 persen. 

Dari sisi impor, pihaknya mencatat nilai impor DIY pada November 2023 sebesar US$ 15,3 juta, naik 34,21 persen dibandingkan Oktober 2023.

Sementara tiga besar negara pemasok barang impor sepanjang Januari hingga November 2023 adalah Tiongkok dengan nilai US$ 44,1 juta atau 36,87 persen. 

Kemudian Hongkong dengan nilai US$ 22,7 juta atau 18.98 persen, dan Amerika Serikat dengan nilai US$ 16,9 juta atau 14,13 persen. 

"Pada November 2023, neraca perdagangan surplus US$ 23,7 juta. Sementara dari Januari hingga November 2023, neraca perdagangan DIY surplus US$ 305,7 juta. Namun masih rendah jika dibandingkan dengan neraca perdagangan tahun 2021 dan tahun 2022," imbuhnya. ( Tribunjogja.com ) 

Berita Terkini