Oleh
Jaka Purwanta, Trismi Ristyowati, dan Suharwanto
Beberapa bulan yang lalu terjadi penutupan operasional TPA Sampah Piyungan.
Sebagai akibatnya maka timbulan sampah domestik masyarakat dari Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Bantul kurang lebih 600 ton/hari yang dibawa ke TPA tersebut, tidak terlayani dan
menumpuk di berbagai tempat.
Selanjutnya, untuk sementara TPA Sampah Piyungan membuka penerimaan sampah namun untuk kapasitas hanya 100 ton/hari.
Tentunya ini belum menyelesaikan permasalahan sampah tersebut.
Beberapa dosen UPN Veteran Yogyakarta yang terdiri dari Jaka Purwanta, Trismi Ristyowati, dan Suharwanto, selanjutnya melakukan penelitian untuk mencari akar masalah dan alternatif solusi penyelesaiannya.
Berdasarkan penelitian, didapatkan akar permasalahan persampahan tersebut yaitu pada tahap terjadinya timbulan sampah tersebut.
Perilaku masyarakat yang masih mencampuradukkan sampah domestik baik sampah organik, anorganik, maupunB3 (Berbahaya, Berbau, dan Beracun) dalam 1 tempat sampah yang sama, kemudian sampah yang tercampur tersebut diangkut oleh petugas pengambil sampah ke TPS dan TPA.
Namun ada juga sebagian masyarakat yang sudah melakukan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya, tetapi pada proses pengangkutan sampah ke TPS dan TPA, dicampur oleh petugas pengambil sampah.
Ada juga sebagian masyarakat yang membakar sampahnya secara berkala pada tempat tertentu.
Ada pula sebagian masyarakat yang membuang sampah pada tempat tertentu yang sebenarnya bukan lokasi untuk pembuangan sampah.
Perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampahyang belum tepat tersebut menimbulkan berbagai
dampak terhadap lingkungan.
Penumpukan sampah akan mengakibatkan timbulnya bau tidak sedap yang menyengat serta pemandangan yang tidak estetik sehingga terjadi dampak penurunan sanitasi lingkungan.
Adanya hewan-hewan seperti lalat, kecoa, dan tikus yang ada pada tumpukan sampah tersebut akan menjadi vektor penyakit sehingga menimbulkan terjadinya dampak peningkatan prevalensi penyakit.
Beberapa alternatif solusi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
Hal ini disebabkan setiap jenis sampah mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri.
Untuk jenis sampah organik seperti sisa-sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan lain-lain, selanjutnya dapat diproses menjadi kompos dengan memanfaatkan ruang yang ada, misal menggunakan lubang pada tanah atau drum.
Sesudah waktu tertentu maka kompos akan terbentuk dan dapat digunakan sebagai pupuk alami tanaman.
Untuk jenis sampah anorganik seperti botol bekas, kemasan bekas, kotak snack, dan lain-lain, bisa dikumpulkan pada tempat tertentu dan sesudah terkumpul maka dapat dijual kepada pengepul barang bekas untuk kemudian didaur ulang pada pabriknya.
Sedangkan untuk jenis sampah yang termasuk B3 (Berbahaya, Berbau, dan Beracun) seperti obat yang sudah kadaluarsa, batere bekas, botol bekas tinta, aki bekas, kaleng cat, dan lain-lain, dapat dikumpulkan pada tempat tersendiri dan diambil oleh petugas pengambil sampah untuk dibawa ke TPA untuk diproses lebih lanjut.
Adanya pengelolaan terhadap ketiga jenis sampah tersebut maka timbulan sampah domestik dari
masyarakat sudah bisa tertangani oleh masyarakat itu sendiri dengan baik.
Adapun sampah yang akan dibawa ke TPA Piyungan itu residu sampah yaitu sampah yang memang sudah tidak bisa diolah oleh masyarakat, seperti limbah B3.
Inovasi pengelolaan sampah ini jika dilakukan oleh seluruh masyarakat maka akan menimbulkan dampak positif yang luar biasa yaitu meminimalkan terjadinya pembuangan sampah di mana-mana seperti yang terjadi pada waktu sebelumnya, juga akan sangat mengurangi jumlah sampah yang akan dibawa ke TPA Piyungan, serta dapat menambah pendapatan masyarakat.
Tulisan ini merupakan opini penulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
(adv/Jaka Purwanta, Trismi Ristyowati, dan Suharwanto)