TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Terdakwa kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan korban sebanyak 53 perempuan di Kota Yogyakarta telah memasuki persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta.
Terdakwa Ari Wibowo alias AW (43) didakwa penuntut umum dengan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2.
Kedua terkait dengan perlindungan anak dengan Pasal 88 UU 35 Tahun 2014, Pasal 761 UU 35 Tahun 2014.
Baca juga: Gelandang Muda PSS Sleman Rezin Diop Wamu Dipinjamkan ke Klub Liga 2
Atas dakwaan itu tim penasihat hukum Ari Wibowo, Dewi Yuanita Agustin merasa keberatan dan telah menyampaikan nota eksepsi ke majelis hakim PN Yogyakarta.
Menurut Dewi proses perkara ini banyak terjadi kejanggalan, lantaran aduan masyarakat kepada pihak kepolisian kaitannya dengan perdagangan orang.
"Sedangkan yang dijadikan saksi menjadi korban itu kan LC (Ladies Companion) dimana LC ini menurut hemat kami pekerjaan yang tidak masuk perdagangan orang," kata Dewi sebelum sidang tanggapan eksepsi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rabu (1/11/2023).
Dewi mengklaim pekerja LC tidak berdasarkan paksaan melainkan karena adanya kemauan dari seseorang yang bersangkutan.
"Jadi tidak ada paksaan secara ekstrim sampai menguntungkan klien kami," terang dia.
Dia mengkalim bukti adanya pelanggaran TPPO yang didakwaa kepada kliennya terlalu dipaksakan.
Sebab selama ini Ari Wibowo selaku owner salon Cantika Morena tidak melakukan penyekapan sebagaimana dimaksud pada isi dakwaan penuntut umum.
"Yang melaporkan klien kami ini kan karena persoalan persaingan, jadi nanti kita buktikan saja di persidangan. Tidak ada kaitannya dengan TPPO," ucapnya.
Berdasarkan surat dakwaan , Ari Wibowo diduga melakukan penyekapan terhadap 53 korbannya yang dua di antaranya masih di bawah umur.
Hal ini turut dibantah oleh Dewi, lantaran ia meyakini berdasarkan fakta yang diketahuinya selama ini kliennya mengelola salon Cantika Morena.
Di belakang salon itu juga terdapat bangunan yang dijadikan sebagai indekost bagi para LC.
"Yang dijadikan keberatan kami tidak pernah ada perdagangan, tidak ada terkait TPPO karena mereka bekerja tidak dalam paksaan, tekanan dan penyekapan. Dimana penyekapannya?" tegas Dewi.
"Mereka datang sendiri itu dengan sukarela mereka bekerja sebagai LC," sambungnya.
Perlu diingat, kasus ini bermula saat Satreskrim Polresta Yogyakarta membongkar praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di salon kawasan Gedongtengen, Kota Yogyakarta.
Dua pelaku diamankan yakni AW laki-laki (43) asal Gedongtengen dan SU (49) asal Kebumen Jawa Tengah.
Modus para pelaku, mereka mencari perempuan melalui informasi lowongan pekerjaan dan dipekerjakan sebagai karyawan salon.
Namun ketika sudah bekerja, mereka justru diminta menjadi Lady Companion (LC) di karaoke kawasan Pasar Kembang alias Sarkem.
Kasatreskrim Polresta Yogyakarta, AKP Archye Nevada mengatakan pada Jumat (21/7/2023) sekira pukul 15.30 WIB, Satreskrim Polresta Yogyakarta mendapatkan informasi terkait adanya penampungan perempuan yang biasanya dipekerjakan setiap malam mulai pukul 19.00 WIB sampai 04.00 WIB diwilayah Gedongtengen.
Menurut informasi yang didapatkan polisi, perempuan-perempuan itu hanya boleh melakukan aktivitas kerja dan tidak boleh keluar penampungan selain di jam kerja.
"Untuk korban disini kami sampaikan ada dua orang anak perempuan di bawah umur dengan inisial yang pertama NS 16 tahun pelajar orang Bandung, Jawa Barat yang kedua SP umur 17 tahun pelajar perempuan Tasikmalaya Jawa Barat. Ternyata informasi tersebut A1 dari Satreskrim dari unit PPA dan fungsi lainnya melakukan kegiatan penangkapan atau penggeledahan upaya paksa yang diduga sebagai tempat penampungan yaitu di salon Morensa," ungkapnya, Kamis (27/7/2023).
Salon tersebut seolah terlihat biasa, namun ternyata di belakang bangunan terdapat penampungan perempuan pekerja hiburan malam.
Saat polisi melakukan penggerebekan ada 53 perempuan muda, dua di antaranya masih dibawah umur. (hda)