Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Angka stunting di DIY terus menurun. Angka prevalensi stunting DIY pada 2021 lalu mencapai 17,3 persen, turun 0,9 persen pada 2022 menjadi 16,4 persen.
Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Andi Ritamariani mengatakan perlu ada upaya strategis dan komitmen bersama untuk menurunkan angka stunting DIY.
Terlebih pada 2023 ini, ditargetkan angka prevalensi stunting DIY turun 1,3 persen menjadi 15,1 persen.
Ia merinci, angka stunting di Kulon Progo pada tahun 2022 mencapai 15,8 persen, Bantul sebesar 14,9 persen, Gunungkidul mencapai 23,5 persen, Sleman sebesar 15 persen, dan Kota Yogyakarta sebesar 13,8 persen.
"Kita patut bersyukur karena di Kota Yogyakarta berhasil di bawah target nasional," katanya dalam Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting dan Rembug Stunting Tingkat DIY 2023 di Hotel Santika Premiere Yogyakarta, Kamis (07/09/2023).
Untuk menekan stunting, sejak 2022 lalu pihaknya telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di semua wilayah, Satgas Penurunan Stunting, hingga membentuk Tim Pendamping Keluarga.
Di DIY ada sekitar 5.556 Tim Pendamping Keluarga yang mendampingi kekuarga risiko stunting, mulai dari calon pengantin, ibu hamil, dan ibu yang memiliki bayi di bawah dua tahun (baduta).
"Sementara untuk Tim Percepatan Stunting ini terdiri dari bidan, kader penggerak PKK, kader KB atau dari BKKBN. Kemudian kami juga melakukan pendataan kekuarga (PK) 2023, dilanjutkan verifikasi dan validasi data. Yang akan melahirkan data by name by address, sehingga menjadi acuan untuk pemberian intervensi baik itu sensitif maupan spesifik," ujarnya.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, kesehatan, gizi, pendidikan, sanitasi dan sektor lain, sehingga dapat mencapai target stunting 14 persen pada 2024 mendatang.
"Kita sudah membuat kemajuan dalam upaya penurunan stunting. Ini capaian yang harus kita syukuri, sebagai hasil kerja kolaborasi. Kami sangat mengapresiasi BKKBN, OPD DIY dan kabupaten/kota, dan lainnya yang telah berinovasi dengan program penurunan stunting," terangnya.
"Salah satu yang penting adalah kolaborasi lintas sektor. Saat ini dapat kita rasakan kolaborasi lintas sektor masih dirasa kurang, stakeholder bergerak sendiri-sendiri. Kolaborasi lintas sektor jadi kunci utama penurunan angka stunting," tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Utama BKKBN, Tavip Agus Rayanto mengungkapkan DIY menjadi salah satu provinsi dengan penurunan stunting di bawah 1 persen. Menurut dia, DIY seharusnya menjadi penyangga untuk daerah lain yang prevalensinya lebih tinggi.
"Tim Percepatan Penanganan Stunting di DIY sudah terbentuk, ini harus jadi perhatian. Koordinasi memang menjadi salah satu hal yang penting, baik horizontal maupun vertikal," ungkapnya.
Tavip juga menyoroti pemanfaatan Elsimil, aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil yang belum optimal. Bahkan ada anggapan aplikasi inovasi BKKBN ini menghambat masyarakat yang akan menikah.
"Bukan berarti nggak boleh menikah, kami tidak menghambat juga. Ini menjadi upaya untuk menekan angka stunting. Karena untuk mencegah stunting itu kan hamil tidak boleh terlalu muda, tidak boleh terlalu tua, tidak boleh terlalu sering, dan tidak boleh terlalu dekat. Dan yang paling penting adalah 1.000 hari pertama kehidupan," imbuhnya. (maw)