Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Universitas Islam Indonesia ( UII ) mewisuda 820 mahasiswa periode VI Tahun Akademik (TA) 2022/2023, Sabtu (29/7/2023).
Rektor UII , Prof. Fathul Wahid mengatakan, periode kali ini ada 17 ahli madya, 705 sarjana, 95 magister dan tiga doktor yang diwisuda.
“Setelah wisuda, petualangan baru menunggu saudara. Inilah saatnya, saudara meneguhkan kiprah di tengah masyarakat, mengamalkan ilmu yang sudah didapat untuk memastikan manfaat yang lebat,” ujar dia dalam sambutan.
Fathul menambahkan, wisudawan harus perlu mengasah dan menambah kecakapan seusai menempuh studi.
Baca juga: Prodi Profesi Arsitek UII Ambil Sumpah 19 Lulusan Angkatan 11
“Apa yang sudah Saudara kuasai sampai hari ini, insyaallah akan menjadi modal awal untuk berkontribusi dengan beragam peran,” bebernya.
Dia mengingatkan bahwa lingkungan berubah dan tuntutan bertambah.
Maka, untuk menjamin relevansi keberadaan wisudawan dan untuk memastikan kontribusi terbaik, pilihannya tidak banyak.
“Salah satunya adalah dengan terus belajar. Dari berbagai sumber, dengan berbagai cara,” tutur Fathul lagi.
Sangat mungkin, suatu saat di masa depan yang tidak terlalu jauh, kata dia, kecakapan yang dimiliki akan tidak relevan lagi.
Meski demikian, jangan sampai wisudawan menganggap masa depan itu mengerikan.
“Selama kita menjadi pembelajar sejati, kita harus menjemput masa depan dengan suka cita dan penuh keyakinan. Saudara adalah para pemimpin masa depan,” terangnya.
Mengutip buku Think Again milik Adam Grant yang rilis tahun 2021, ada beberapa resep agar tidak terjerat jebakan merasa cukup di dunia.
Baca juga: FK UII Kolaborasi dengan Warga Dusun Ngandong Sleman, Bantu Pengembangan Daerah Setempat
Fathul menjelaskan, wisudawan harus berani berpikir ulang dan melupakan pelajaran lama.
“Berpikir ulang dapat dilakukan dengan mengubah perspektif kita, mempertimbangkan informasi baru, dan bersedia mengambil kesimpulan, solusi, atau sudut pandang yang berbeda,” terangnya.
Dikatakannya, seringkali apa yang sudah dipelajari di masa lampau juga perlu dilupakan.
“Perspektif lama sangat mungkin tidak relevan lagi. Kita juga bisa menemukan kelemahan pelajaran yang kita dapatkan karena sumber yang tidak terpercaya, menemukan bukti baru, ada masalah ketika dijalankan, atau karena refleksi mendalam kita sendiri,” tutupnya. ( Tribunjogja.com )