Dalam Tapa Bisu, peserta melakukan intropeksi diri atas apa yang telah diperbuat selama setahun yang lalu.
Kemudian, menjadi pengingat untuk memperbaiki diri di tahun yang akan datang.
Apa Makna tradisi Mubeng Beteng?
Prosesi Mubeng Beteng terinspirasi oleh perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dan sahabat, dari Mekkah ke Madinah, seperti dikutip dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tersebut penuh keprihatinan dan perjuangan di tengah gurun pasir yang panas.
Peristiwa bersejarah dalam Islam tersebut menjadi pengingat masyarakat dalam menyambut tahun baru yang jauh dari hingar bingar.
Mubeng Beteng dilakukan secara hikmat, hening, dan senyap untuk momentum instropeksi dan refleksi diri selama satu tahun sebelumnya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pihak Keraton Yogyakarta meniadakan tradisi Mubeng Beteng karena pandemi Covid-19.
Tapa bisu dalam Mubeng Beteng
Dilansir dari laman Kompas.com, tradisi Mubeng Beteng dikenal ritual Tapa Bisu, lantaran selama mengelilingi keraton, peserta kirab dilarang berbicara satu sama lain, alias membisu.
Mereka juga dilarang makan dan minum selama ritual berlangsung.
Tapa Bisu merupakan simbol keprihatinan serta instropeksi masyarakat Yogyakarta dalam menyambut tahun baru.
Dalam Tapa Bisu, peserta melakukan intropeksi diri atas apa yang telah diperbuat selama setahun yang lalu. Kemudian, menjadi pengingat untuk memperbaiki diri di tahun yang akan datang.
Kenapa tradisi Mubeng Beteng tidak dilaksanakan di Malam Satu Suro?
Melansir dari wisatabudayaku.sv.ugm.ac.id, secara adat tradisi, masyarakat Jawa khususnya di lingkungan keraton masih menggunakan kalender tersebut sebagai patokan.