Tanggapi Fenomena Anak Tidak Sekolah, Ini Kata Dosen Psikologi Unimma Magelang 

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma)

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), Rayinda Faizah menilai  fenomena anak tidak sekolah (ATS) terjadi karena dipengaruhi banyak faktor.

Pertama, dari  faktor motivasi diri sendiri yakni bagaimana dorongan anak dalam belajar, biasanya dipengaruhi oleh adanya kapasitas kognitifnya.

"Kedua, faktor keluarga di mana keluarga merupakan support system pertama dan utama bagi anak harusnya bisa memberikan suasana dan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak,"terangnya kepada Tribunjogja.com, pada Senin (10/7/2023).

Faktor lainnya, lanjut dia, bisa terjadi dari luar  keluarga yakni faktor lingkungan.

Faktor Lingkungan ini bisa berasal dari pengaruh teman sebaya hingga lingkungan tempat anak bertumbu cenderung negatif.

"Faktor lingkungan, di sini bisa dipengaruhi adanya teman sebaya yang memberikan dampak dan lingkungan yang negatif. Sehingga seringkali mempengaruhi anak tersebut, selain itu juga tidak bisa menutup mata ada kemungkinan penyalahgunaan internet yang mana dengan adanya internet mengakibatkan anak jadi malas untuk belajar dan sekolah," ujarnya.

Dengan segala faktor itu, menurut Rayinda kasus anak tidak sekolah merupakan masalah yang serius.

Sehingga,untuk penanganannya perlu adanya kesadaran bersama, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, keluarga, maupun masyarakat.

Dia menjabarkan, dari segi pemerintah misalnya perlu menyediakan wadah dari sebagai bentuk para remaja berkegiatan, seperti forum-forum diskusi remaja itu perlu diaktifkan. 

Kemudian, dari segi institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana sekolah yang kondusif sehingga bisa menjadikan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak menjenuhkan.

"Guru sekarang tidak bisa menggunakan gaya mengajar zaman dulu dimana murid harus duduk dan guru menerangkan di depan karena karakteristik anak sekarang memiliki keingintahuan yang tinggi sehingga hal ini perlu difasilitasi dengan baik,"tutur dia.

Sedangkan, dari segi keluarga yang menjadi lingkaran terdekat anak juga harus bisa memahami  tumbuh kembang anak, terutama bisa memahami gejolak emosi dan perilaku yang dirasakan anak. 

"Orangtua  pun perlu melek pergaulan dan teknologi, menjadi pendamping dan teman sharing bagi anak bukan malah menjadi lawan. Karena, orangtua itu role model bagi anak dalam berperilaku, ketika orang tua tidak menunjukkan dukungan dalam proses belajar anak maka anak pun menjadi memiliki pemikiran bahwa dia tidak perlu untuk sekolah,"ungkapnya.

Tak sebatas itu, orangtua juga diimbau mampu menjadi pendengar yang baik sehingga anak tidak perlu mencari pendengar dari luar yang ini bisa berpengaruh pada lingkungan pergaulan yang dia pilih.

"Kemudian, orang tua juga mampu menggunakan cara-cara yang menyenangkan untuk belajar (konsep belajar sambil bermain, ataupun belajar di lapangan) sehingga anak tidak menyakini bahwa belajar itu menyeramkan dan membosankan.Peran orangtua di sini sangat berpengaruh karena itu support system pertama bagi anak dan anak menghabiskan waktu terbanyak ketika berinteraksi dengan orang tua,"urainya. (*)

Berita Terkini