TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Tak banyak yang tahu jika ada satu kampung di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang mayoritas warganya bekerja sebagai perajin Tas Rajut sejak puluhan tahun lalu.
Kerajinan Tas Rajut ini dibuat oleh emak-emak yang berada di Dukuh Pengkol, Desa Kaligawe, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten.
Belum diketahui secara pasti sejak kapan warga di desa itu menekuni usaha kerajinan Tas Rajut, namun yang pasti kerajinan itu sudah diwariskan dari generasi ke generasi.
"Secara pasti saya tidak bisa mengungkapkan, tapi saat saya lahir tahun 1973 usaha ini sudah ada, nenek saya bahkan dulu juga sudah bikin usaha ini," ujar Ketua RT 26 RW 9 Dukuh Pengkol, Desa Kaligawe, Slamet, saat berbincang dengan TribunJogja.com, Rabu (5/10/2022).
Menurut dia, di RT 26 Dukuh Pengkol, terdapat sekitar 75 kepala keluarga (KK) dan 90 persen dari KK yang ada itu bekerja sebagai perajin Tas Rajut.
"Kalau untuk Dukuh Pengkol ini, paling banyak memang warga RT 26 yang menekuni usaha ini, kalau RT lainnya ada juga tapi tidak sebanyak di RT 26 ini," imbuh dia.
Ia mengatakan, Tas Rajut dewasa ini mulai digandrungi oleh berbagai elemen masyarakat.
Selain bernilai seni, Tas Rajut ini juga terlihat elegan apabila dikenakan disaat acara formal dan informal.
Dulunya, kata dia, warga tak hanya membuat Tas Rajut, ada juga peci rajut, kaus kaki bayi, baju bayi, topi dan beragam jenis tas yang diproduksi.
Namun, akhir-akhir permintaan yang tinggi adalah Tas Rajut, sehingga warga di kampung itu dominan membuat Tas Rajut dalam beragam bentuk dan ukuran.
Dia beserta istrinya bernama Suhati juga menekuni usaha kerajinan Tas Rajut tersebut. Usaha itu dirintis sejak tahun 1999.
"Dulu orangtua kami juga bikin ini, terus saya sempat merantau ke Kalimantan dan pulang, terus baru 1999 mulai menekuni usaha ini bersama istri," ucapnya.
Ia mengatakan, benang yang digunakan untuk membuat Tas Rajut itu pada mulanya adalah benang jenis wol namun belakangan diganti dengan benang yang lebih kuat dan tahan lama.
"Ini jenis benangnya seperti celana jeans itu tapi saya nggak tahu juga nama aslinya, kalau dulu pakai benang wol," paparnya.
Menurutnya, dalam sehari istrinya bisa memproduksi tas ukuran sedang sebanyak 4 buah, adapun untuk tas ukuran kecil bisa sampai 10 buah.
Tas itu dijual dengan harga paling murah Rp10 ribu hingga Rp200 ribu.
"Kita jualnya online dan offline, hasilnya lumayan," akunya.
Perajin Tas Rajut lainnya, Anjani Sita Rini (32) mengatakan jika dirinya mulai merintis sejak tahun 2020 saat pandemi Covid-19.
"Awalnya saya bantu jualin Tas Rajut bikinan mertua karena saya juga kerja di pabrik. Lalu saat pandemi baru benar-benar merintis," katanya.
Menurutnya, saat itu dirinya bersama suaminya pergi langsung mengantarkan kerajinan itu ke berbagai pasar yang ada di Klaten, Yogyakarta, Nganjuk hingga Jombang.
"Waktu itu ngantarnya pakai sepeda motor, alhamdulillah banyak pembeli hingga akhirnya kami bisa beli mobil untuk mengantarkan Tas Rajut ini ke pasar-pasar," imbuhnya.
Ia mengatakan, dalam sebulan dirinya bisa meraup omzet kotor hingga Rp20 juta dari usaha Tas Rajut itu.
"Harganya beragam Rp5 ribu hingga Rp50 ribu. Kalau omzet per bulan bisa Rp20 juta ya, tapi masih kotor belum potong bensin, upah rajut, bahan baku dan lainnya," paparnya. (*)