Wabah Kolera Ancam Ribuan Warga Mariupol, Dipicu Kerusakan Sistem Sanitasi dan Mayat yang Membusuk

Penulis: Hari Susmayanti
Editor: Hari Susmayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POTRET Menyayat Hati RS Bersalin dan Anak di Mariupol Ukraina yang Hancur Dirudal Rusia, 17 Pasien Terluka

TRIBUNJOGJA.COM, KYIV – Wabah kolera mengancam warga di Mariupol, Ukraina.

Wabah kolera ini muncul setelah sistem sanitasi di kota tersebut mengalami kerusakan parah akibat perang yang berkecamuk di wilayah tersebut.

Kondisi itu diperparah dengan banyaknya mayat warga, tentara baik dari kubu Ukraina maupun Rusia yang membusuk di jalanan.

Mayat-mayat tersebut tidak diurus sehingga mencemari lingkungan, termasuk air yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-harinya.

Walikota Mariupol, Vadym Boychenko pun  mengaku khawatir dengan kondisi yang terjadi di Mariupol saat ini.

Jika tidak segera tertangani, ribuan warga di Mariupol terancam wabah kolera dan disentri.

“Ada wabah disentri dan kolera. Perang yang memakan 20.000 penduduk, sayangnya, dengan wabah infeksi ini, akan merenggut ribuan Mariupolit lagi,” kata Boychenko, yang dikutip Tribunjogja.com dari Tribunnews.com yang mengutip dari Reuters.

Dengan kondisi wabah Kolera ini, Boychenko pun meminta PBB dan Komite Internasional Palang Merah untuk membangun koridor kemanusiaan yang memungkinkan penduduk Mariupol yang tersisa dapat meninggalkan kota.

Badan Pangan PBB (FAO) memberikan gambaran dampak perang yang lebih luas, dengan mengatakan pengurangan ekspor gandum dan komoditas pangan lainnya dari Rusia dan Ukraina dapat menyebabkan 19 juta orang di seluruh dunia terancam kelaparan selama tahun depan.

Pejabat Ukraina mengatakan perang yang terjadi di wilayah timur Ukraina, yaitu di kota Sievierodonetsk, di mana Rusia memusatkan perhatiannya saat ini, telah menguras persejataan Ukraina.

Menurut pejabat Ukraina, hal ini dapat diatasi jika pihak Barat memenuhi janji untuk mengirimkan lebih banyak senjata, termasuk sistem roket yang telah dijanjikan AS dan lainnya.

Baca juga: Tanggapan Presiden Rusia Vladimir Putin Soal Pengiriman Senjata Tambahan dari AS ke Ukraina

Perang Artileri

Wakil Kepala Intelijen Militer Ukraina, Vadym Skibitsky mengatakan kepada surat kabar Inggris, Guardian bahwa Ukraina meminta bantuan artileri kepada pihak Barat.

Dia menambahkan Ukraina menggunakan 5.000 hingga 6.000 peluru artileri dalam sehari.

"Ini adalah perang artileri sekarang. Semuanya sekarang tergantung pada apa yang (Barat) berikan kepada kita. Ukraina memiliki satu artileri hingga 10 hingga 15 artileri Rusia,” kata Skibitsky.

Jerman, yang menjadi salah satu negara pemasok senjata terbesar ke Ukraina sejak Rusia menginvasi, telah dikritik karena keterlambatannya dalam memasok senjata berat yang menurut Kyiv sangat dibutuhkan.

Jerman berencana untuk merivisi aturannya mengenai ekspor senjata untuk mempermudah mempersenjatai negara-negara demokrasi seperti Ukraina.

Rusia berharap dapat merebut seluruh wilayah provinsi Luhansk timur, dan menuntut Ukraina untuk menyerahkan wilayah tersebut kepada separatis.

Selain Luhansk, Rusia juga meminta Ukraina menyerahkan wilayah Donetsk, sebuah daerah yang dikenal sebagai Donbas.

Dalam pidato malamnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Rusia sedang mencoba untuk menghancurkan setiap kota di Donbas.

"Sievierodonetsk, Lysychansk, Bakhmut, Sloviansk, banyak, banyak lainnya. Semua reruntuhan ini dulunya adalah kota yang bahagia," katanya.

Pada Jumat (10/6/2022) kemarin, Inggris mengutuk otoritas proksi Rusia di Donbas dan menyebut tindakan negara itu sebagai pelanggaran berat, karena telah menjatuhkan hukuman mati terhadap dua warga negara Inggris yang ditangkap di wilayah separatis saat berperang untuk Ukraina.

Seorang pejabat PBB mengatakan pengadilan yang dilakukan dalam keadaan seperti itu sama saja dengan kejahatan perang, sementara Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba mengecamnya sebagai tindakan pengadilan palsu terhadap tawanan perang. (*)

 

 

Berita Terkini