TRIBUNJOGJA.COM - Hari raya keagamaan, identik dengan tradisi kumpul keluarga besar, tak terkecuali saat Idul Fitri.
Karena itu, ribuan orang rela terjebak macet hanya demi pulang ke kampung halaman untuk menghabiskan waktu bersama keluarga besar tercinta.
Meskipun kumpul keluarga besar menjadi hal yang dinantikan dan dirindukan, tapi tidak sedikit anak muda yang justru bete alias bad mood karenanya.
Mengapa jadi bad mood? Hal ini terjadi lantaran ada kebiasaan toxic orangtua yang “kumat” saat kumpul keluarga.
Sebenarnya, kebiasaan buruk ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, lho, tetapi juga terjadi di negara Asia lainnya.
Bahkan, kebiasaan toxic orangtua Asia sering dijadikan meme atau lelucon di media sosial oleh anak muda, karena dirasa menjengkelkan dan membuat suasana jadi tak nyaman.
Lantas, apa sajakah kebiasaan toxic tersebut?
1. Pamer prestasi anak
Siapa sih yang tidak suka dipuji? Semua orang tentu senang saat mendapatkan pujian karena merasa dirinya diakui dan dibanggakan.
Namun, “pamer anak” demi mendapatkan pujian saat kumpul keluarga besar, sering kali membuat anak jadi tidak nyaman dan kesal.
Kebiasaan ini sering dilakukan oleh para orangtua saat pulang kampung dan kumpul keluarga. Misalnya mengatakan:
“Anakku kemarin ranking tiga besar”.
“Oh, ya? Anakku ranking 2 satu sekolah”.
“Anakku dong, ikut olimpiade mewakili sekolah”.
Meskipun kalimat seperti di atas adalah pujian, tapi anak yang mendengarnya bisa jadi nggak nyaman, lho.
Baca juga: Rekomendasi 5 Obyek Wisata Alam di Kulon Progo yang Cocok untuk Tempat Ngabuburit
2. Membanding-bandingkan
Banyak anak-anak yang merasa tidak nyaman dan tidak PD (percaya diri) saat berkumpul dengan keluarga besar.
Alasannya sederhana, karena malas jika nanti dibanding-bandingkan. Entah itu dibandingkan dengan saudara kandung, atau saudara sepupu.
Sebab, saat kumpul keluarga, orangtua sering mengkritik anak dan membanding-bandingkan mereka.
“Anak tante aja lulus SNMPTN, masa kamu nggak bisa?”
“Adik kamu aja rajin bantu-bantu, kamu kok malas-malasan banget sih”.
“Makanya belajar yang benar, biar kayak anak om, tuh, udah jadi dokter”.
Saat mendengar kalimat-kalimat seperti di atas, anak bisa merasa tidak nyaman, merasa kesal, atau bahkan jadi merendahkan dirinya sendiri.
Baca juga: Rekomendasi Smartwatch Murah, Harga di Bawah Rp 100 Ribu, Bisa Buat Lebaran
3. Tanya kapan wisuda
Bagi anak muda yang masih mahasiswa, terutama mereka yang sedang berjuang mengerjakan skripsi, pertanyaan seperti, “Kapan lulus kuliah?” atau “Kapan wisuda?” bisa menyakitkan, lho.
Pasalnya, orang-orang tua yang hadir di perkumpulan keluarga, baik itu tante, om, bude, atau pakde, sering sekali menanyakan hal ini, tanpa memahami perjuangan anak muda di babak akhir perguruan tinggi.
“Kamu seangkatan sama sepupumu kan? Kok belum lulus?”
“Kamu kapan wisuda? Lama amat kuliahnya”.
“Perasaan dari tahun lalu skripsi terus nggak selesai-selesai”.
Pertanyaan yang sepertinya sederhana tersebut bisa membuat anak menjadi kesal dan sakit hati, lho.
Baca juga: Bukan Cuma “Cute”, Begini Cara Bijak Pilih Pakaian Anak
4. Tanya kapan nikah
Di Indonesia, umur 25 tahun ke atas dianggap umur yang pas untuk berumah tangga. Namun, dewasa ini banyak anak muda yang masih ingin meniti karier dulu sebelum menikah.
Kendati demikian, masih banyak orangtua yang terus menanyakan rencana pernikahan anggota keluarganya yang sudah dewasa.
Hal ini membuat banyak kalangan anak muda menjadi kurang nyaman. Padahal, kumpul keluarga seharusnya menjadi momen manis dan penuh kehangatan.
Namun, momen tersebut jadi rusak dan menyebalkan hanya karena pertanyaan seperti:
“Kamu kok nggak nikah-nikah?”
“Tinggal kamu lho yang belum nikah, kapan nikah?”
“Kamu mau jomblo terus seumur hidup apa gimana sih?”
6. Komentar soal bentuk tubuh
Tidak ada yang tidak bisa dikomentari saat kumpul keluarga besar. Bahkan sandal jepit pun sepertinya bisa dikritik.
Nah, salah satu komentar dari orangtua yang membuat anak jadi tidak nyaman adalah komentar tentang bentuk tubuh.
Selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun tak pernah jumpa, tentu ada banyak peristiwa yang terjadi dalam hidup, sehingga turut mengubah bentuk fisik anak.
Baca juga: Rekomendasi Drama Korea Episode Singkat, Cocok Ditonton Saat Ngabuburit
Ada yang tambah gemuk, ada yang sangat kurus, ada yang jadi sangat tinggi, ada yang belum tinggi-tinggi, ada yang tegap, ada yang agak bungkuk, dan lain-lain.
“Kamu nggak dikasih makan apa sama bapak ibu? Kurus amat sih”.
“Duh, kamu gendut banget, diet dong”.
“Sepupumu sudah setinggi itu, kok kamu masih pendek segini, main bola basket sana biar tinggi”.
7. Merendahkan pilihan karier atau impian anak
Isu soal jurusan di SMA, jurusan di perguruan tinggi, atau bahkan pilihan pekerjaan, sering kali diperbincangkan saat kumpul keluarga.
Sayangnya, pilihan jurusan dan pilihan karier anak-anak cenderung banyak mendapat kritikan dari orangtua yang belum paham.
“Walah, kamu masuk IPS toh? Pasti nggak pernah belajar ya”.
“Kamu ambil jurusan musik? Duh, mau jadi apa nanti, mbok yang pasti-pasti aja, kayak sepupumu itu lho ambil jurusan Ekonomi”.
“Kok nggak daftar PNS? Aduh, kok malah freelance nggak jelas, nanti nggak punya pensiun lho”.
Baca juga: Mudik Lebaran, Memanjakan Mudiker, Ojek-Taxi Online, Pusat Oleh Oleh Pun Gembira
Dari deretan kebiasaan toxic di atas, manakah yang paling sering Anda dengar saat kumpul keluarga? Atau, jangan-jangan Anda justru sering jadi pihak yang mengutarakan pertanyaan tersebut?
Jika demikian, sebaiknya dihindari dulu saat kumpul keluarga tahun ini, ya. Daripada membuat suasana jadi tidak nyaman, lebih baik fokus menikmati momen langka bersama keluarga.
Anda bisa menonton film bersama-sama, memasak bersama, atau mungkin bertamasya menikmati keindahan alam bersama-sama.
( Tribunjogja.com / Alifia Nuralita Rezqiana )