Headline

Aliran Code Masih Kondusif Warga Diminta Tidak Lengah

Editor: Agus Wahyu
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Kali Code, Yogyakarta.

Ia menyebut wilayah yang rawan terjadi longsor ada di perbukitan menoreh meliputi sebagian Kapanewon Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, Kokap, dan Pengasih. Sedangkan wilayah yang rawan banjir di bagian selatan Kulon Progo meliputi Wates, Panjatan, Galur, Lendah, dan Temon. Serta bagian selatan Kapanewon Pengasih yakni Kalurahan Tawangsari.

Sementara, Kepala Pelaksana BPBD Kulon Progo, Joko Satyo Agus Nahrowi menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi vertikal seperti Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) untuk upaya normalisasi sungai dan saluran air yang sering menjadi penyebab banjir. Saat ini, hampir semua saluran telah dinormalisasi.

Selain itu sejak 2019 hingga 2021, BPBD Kulon Progo fokus pada pembentukan desa tangguh bencana (destana) di Kapanewon Wates dan Temon. "Diharapkan masyarakat ada kepedulian dan ikut ambil bagian dalam upaya pengurangan risiko bencana di wilayahnya masing-masing. Dengan begitu ada upaya mitigasi mandiri dari pihak kalurahan," tutur Joko.

Pihaknya juga ikut andil dalam penyusunan rencana kontingensi (renkon) banjir dari DIY. "Sebenarnya pemerintah kabupaten (pemkab) harus mempunyai renkon banjir sendiri. Namun kendalanya keterbatasan anggaran. Untuk sementara menggunakan renkon banjir DIY sebagai acuan," ucapnya.

Adapun terkait dengan alokasi penanganan bencana berskala besar nantinya disediakan dari belanja tak terduga (BTT) ditambah anggaran biaya tambahan 2021 sebesar Rp16 miliar. "Tetapi anggaran itu tidak hanya digunakan untuk bencana saja," pungkasnya.

Dropping air
Di sisi lain, BPBD Gunungkidul masih berfokus pada penyaluran (dropping) air bersih. Sebab hingga saat ini masih ada sejumlah wilayah yang kesulitan air bersih. Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul, Edy Basuki mengatakan, sampai saat ini BMKG baru menyampaikan informasi umum terkait prediksi datangnya musim hujan.

"Belum spesifik wilayah tertentu di Gunungkidul misalnya, untuk potensi dampak musim penghujan," jelas Edy, Senin (13/9/2021).

Berdasarkan informasi yang diterima, ia memperkirakan musim penghujan baru dirasakan pada bulan Oktober. Adapun sebelumnya, di akhir September hingga awal Oktober, akan terjadi pancaroba (masa peralihan).

Menurut Edy, pihaknya saat ini lebih mengantisipasi dampak dari masa pancaroba. Sebab biasanya di periode ini, angin bertiup kencang sehingga berpotensi menimbulkan dampak pohon tumbang. "Kami akan bersurat ke seluruh panewu terkait pancaroba ini, sebab dampaknya bisa cukup besar," jelasnya.

Meski belum mengarah ke antisipasi bencana hidrometeorologi, Edy mengatakan persiapan tetap dilakukan. Antara lain memantau wilayah rawan longsor, bantaran sungai, kondisi luweng (gua bawah tanah), hingga dataran rendah.

Terkait anggaran, ia mengatakan tidak ada alokasi khusus untuk penanganan bencana hidrometeorologi. Sebab anggaran bagi BPBD Gunungkidul bersifat umum untuk periode setahun, seperti logistik permakanan hingga bantuan stimulan.

"Logistik permakanan dalam setahun anggarannya Rp60 juta, sedangkan bantuan stimulan antara Rp60 juta sampai Rp70 juta," ungkap Edy.

Jika dana nantinya tak mencukupi, pihaknya akan mengandalkan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT). Termasuk menggandeng berbagai pihak dalam penanganan dampak bencana.

Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Gunungkidul, Agus Wibowo mengatakan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Oya jadi fokus perhatian titik rawan dampak bencana musim penghujan. Khususnya banjir. "Selain DAS Oya, juga wilayah rawan banjir Ledok Wonosari serta pesisir," ujar Agus.

Ia juga mengatakan bencana longsor hingga dampak puting beliung turut jadi perhatian. Adapun longsor berpotensi terjadi di wilayah perbukitan bagian utara dan sebagian selatan Gunungkidul. (aka/scp/alx)

Selengkapnya baca Tribun Jogja edisi Selasa 14 September 2021 halaman 01

Berita Terkini