Suramanto menambahkan, terkait protokol kesehatan selama ASPD pihaknya pun sangat memerhatikan hal ini.
"Kami tidak memasukkan siswa sebelum hari H. Jadi kami sangat berhati-hati sekali untuk ini," imbuhnya.
Terpisah, Kepala SMPN 5 Yogyakarta, Nuryani, mengungkapkan dalam rangka menyiapkan siswa menghadapi ASPD, pihaknya melakukan gala siswa atau tambahan bimbingan belajar sejak September hingga Maret akhir.
Hal itu dilakukan secara daring untuk 4 mata pelajaran yang akan diujikan. Selain itu, guru memberikan try out setiap 3 kali pertemuan.
"Kami mengikuti aturan dari dinas, kalau regulasi seperti itu ya kami ikuti. Kami mendukung dengan mempersiapkan siswa," tuturnya ditanya tentang ASPD yang akan digunakan sebagai salah satu komponen penilaian PPDB.
Nuryani menambahkan, dirinya berharap dengan ASPD para siswa dapat tetap aman dan sehat.
Selain itu, mereka mampu meraih prestasi terbaik, sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah yang mereka inginkan.
Pandangan agak berbeda muncul dari pihak sekolah swasta.
Kepala SMP Sekolah Tumbuh, Wresti Wrediningsih, sempat mempertanyakan tujuan pemerintah di DIY yang menjadikan ASPD sebagai acuan penilaian PPDB.
Sebab, hal itu tidak diatur oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Dari pusat sudah mempermudah. Namun, mengapa di DIY ada seperti ini (ASPD). Kami mencari tujuan yang diinginkan DIY. Buat kami tidak terlalu jelas," ungkapnya.
Ia melanjutkan, meskipun demikian, pihaknya tetap mendukung penuh ASPD.
"Kami bagian dari pemerintah, sekolah mendukung. Dengan cara mendukung anak untuk memberi hak mereka. Kami berikan fasilitas," tuturnya.
Menurutnya, setiap tahun Sekolah Tumbuh mempunyai program khusus kelas IX, terutama untuk anak kelas internasional yang butuh berlatih lebih banyak untuk kurikulum nasional.
"Ada program drilling, bimbingan belajar, try out. Mulai Oktober. Kami edukasi ke anak dan orang tua agar nyaman melewati ini," tandasnya. (*)