DPRD DIY Minta Ada Alternatif Solusi TPST Piyungan, Tidak Hanya KPBU

Penulis: Maruti Asmaul Husna
Editor: Kurniatul Hidayah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana TPST Piyungan pada Jumat (18/12/2020).

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana, ikut menanggapi permasalahan TPST Piyungan.

Menurutnya, harus ada solusi alternatif dan tidak sekadar menggantungkan pada proses Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang panjang. 

Selama ini, berbagai kondisi membuat TPST Piyungan harus dilakukan buka tutup pelayanan jika ada masalah.

Semisal, masalah komplain warga, masalah longsornya timbunan, dan sebagainya. 

Baca juga: Penuturan Apriliana Manganang Setelah Jalani Operasi Bedah Korektif dan Dinyatakan Jadi Laki-laki

Baru-baru ini juga dikeluarkan pengumuman penutupan karena hujan deras dan dermaga yang ambles.

"Padahal, tutup sehari dua hari sudah akan sangat mengganggu warga, terutama di kota dan daerah padat yang sampahnya dibuang ke TPST Piyungan," tutur Huda, Rabu (10/3/2021). 

Ia melanjutkan, solusinya adalah pemusnahan sampah dengan teknologi, dengan belajar pada tempat lain, seperti Bantar Gebang atau tempat lainnya. 

"Masalahnya adalah mencari rekanan untuk mengerjakan pemusnahan sampah ini sangat rumit prosesnya, apalagi dengan menggunakan metode KPBU. Proses ini sudah dimulai sejak tahun 2018 atau 2019 tapi sampai saat ini belum ketemu rekanan yang mau mengelola. Masih review studi di Bappenas," kata Huda. 

Menurutnya, jika proses lancar kemungkinan 2022 baru akan ketemu rekanan.

Namun, kalau ada kendala tidak tahu sampai kapan dan tidak ada kepastian. 

"Hal ini karena ditawarkan siapa rekanan yang mau kerjasama secara usaha dan ambil keuntungan dari pengolahan sampah. Jadi mengolah sampah dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan dan ditawarkan ke rekanan. Masalahnya KPBU di Indonesia sangat sedikit yang sudah jalan dan sukses. Pelabuhan Tanjung Adikarto juga tadinya KPBU sekarang mau ditangani oleh kementrian maritim, artinya tidak jelas KPBU nya sukses apa tidak," bebernya. 

Huda berpendapat, ada kemiripan antara Tanjung Adikarto dan TPST piyungan, yaitu sama-sama sulit dikerjakan secara bisnis.  

Apalagi regulasi tentang sampah luar biasa rumitnya, semakin membuat investor sulit tertarik.

Misalnya, dijadikan listrik dan dijual energi ke PLN, regulasi luar biasa rumit harga DIY tidak menguntungkan, dan semacamnya. 

"Kalau nanti ada yang investasi jika ujung-ujungnya APBD harus mensupport rutin tahunan juga jadi masalah baru lagi," imbuhnya. 

Sementara itu, setiap tahun juga pemerintah daerah harus menganggarkan sekitar Rp 20 miliar untuk mengelola dan jauh dari standar.

Artinya, selama 4 tahun menunggu KPBU harus dianggarkan sekitar Rp 80 miliar. 

"Dianggarkan banyak kalau tidak ada masalah ya baik-baik saja. Tapi ini dianggarkan banyak dan masalah masih terus terjadi," sambungnya. 

Ia mengungkapkan, harus ada alternatif selain KPBU untuk mengelola TPST, semisal mencari lokasi lain yang aman dan TPST ditutup sementara sampai ditemukan metode pemusnahan atau KPBU selesai.

Baca juga: DPC PDIP Jogja Sampaikan Bela Sungkawa Atas Wafatnya Ibu Yohana Sutarmi

Ia menambahkan, lokasi baru mesti ditata sejak awal, dikelola dengan teknologi agar sampah langsung bisa dimusnahkan dan tidak menjadi TPST Piyungan kedua.

Perda RTRW, lanjut Huda, sudah menyediakan lokus-lokus lokasi alternatif tersebut, tinggal keseriusan melaksanakan pengelolaan sampah ini. 

"Bab sampah ini juga bab keseriusan dan kesungguhan Pemerintah Daerah DIY saja sebenarnya. Kami minta segera dicari solusi untuk menyelesaikan masalah sampah ini. Setidaknya solusi antara agar masalah pelayanan sampah tidak terganggu seperti saat ini. Jangan tunggal dengan KPBU saja," tandasnya. (uti) 

Berita Terkini