TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN -Coronavirus disease-2019 atau (COVID-19) berdampak luas di berbagai sektor usaha.
Tidak terkecuali Industri Kecil Menengah (IKM) yang ada di Kabupaten Sleman.
Semenjak virus corona merebak, tidak sedikit IKM di Bumi Sembada yang terpaksa mengurangi jumlah produksi, merumahkan karyawan, hingga berakhir gulung tikar karena tak sanggup menghadapi ganasnya pandemi.
Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Kabupaten Sleman, Dwi Wulandari menilai dampak dari pandemi corona, dirasakan lebih dahsyat dibanding krisis moneter yang pernah mengguncang Indonesia pada tahun 97' - 98' silam.
Sebab, COVID-19 bukan hanya menyerang sektor kesehatan saja, melainkan hampir menggerus semuanya.
Baca juga: Kasus Covid-19 Belum Turun Siginifikan, PTKM di Sleman Diperpanjang
Bahkan, sektor Industri kecil dan menengah berikut UMKM di Sleman, pada awal-awal pandemi, sempat mengalami penurunan produksi, hampir 95 persen.
"Hanya satu persen saja yang dapat survive. Yaitu, usaha herbal. Karena, berkaitan dengan daya imun tubuh," katanya, ditemui di kantornya, Rabu kemarin.
Menurut Wulan, pandemi dapat dihadapi dengan inovasi dan kreativitas.
Dengan cara itu, pelaku Industri dapat bertahan dan perlahan mulai menggeliat kembali.
Meskipun, saat ini belum sepenuhnya pulih.
Hasil survei yang dilakukan oleh jawatannya, dampak dari pandemi corona, telah menggerus hampir 5.744 pelaku industri kecil di Kabupaten Sleman.
Menurutnya, pada tahun 2019, jumlah industri kecil hingga menengah di Sleman ada sekitar 17.106 usaha.
Pada tahun 2020, jumlahnya menyusut menjadi 11.362 usaha.
"Jumlahnya menurun. Sepenuhnya, karena dampak pandemi. Paling banyak adalah usaha kecil yang belum settle," ujar dia.
Baca juga: Soal Perpanjangan PTKM, Pemkab Sleman Akan Ikuti Pemerintah Pusat
Pemulihan
Wulan mengatakan, sejumlah kebijakan terus digulirkan Pemerintah Kabupaten Sleman agar dapat menyelamatkan industri dan ekonomi di masyarakat.
Satu di antaranya, dengan memberikan pelatihan.
Pelaku industri kecil dan menengah diajari berinovasi, sekaligus digenjot untuk beralih produk yang saat itu sedang dibutuhkan oleh masyarakat.
Misalnya, membuat masker hingga hand sanitizer.
Selain itu, bagi pelaku industri yang mengakses dana penguatan modal, diberikan kesempatan untuk melakukan penundaan angsuran.
Langkah itu, menurutnya sangat efektif supaya pelaku industri bisa bernafas dan berharap kembali bisa produksi.
Tidak cukup sampai di sana, untuk menambah daya beli masyarakat, Pemkab Sleman juga menggaungkan program borong bareng.
Baca juga: UPDATE Peta Epidemiolog Covid-19 di Wilayah Sleman, Mayoritas Masih Berstatus Zona Merah
"Program ini mendorong warga Sleman untuk bareng-bareng membeli dan menggunakan produk Sleman," tutur Wulan. Program ini membuat para pelaku industri memiliki daya saing melalui peningkatan mutu dan inovasi, agar lebih dapat diterima dipasaran.
Selanjutnya, kata Wulan, Pemkab Sleman juga memiliki Rumah Kreatif Sleman yang berdiri sejak tahun 2017
Rumah yang digunakan sebagai wadah pelatihan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tersebut juga dimanfaatkan untuk memberikan fasilitas pelatihan.
Mulai dari packaging hingga foto untuk memasarkan produk di market digital.
"Kami berikan pelatihan marketing digital dan pemasaran online lewat zoom. Hal ini tentunya sangat membantu untuk memasarkan produk secara digital," kata dia.
Banyak pelatihan dan dorongan lainnya, supaya pelaku industri kecil tetap bertahan, bahkan kembali pulih.
Pada 2 Oktober 2020, seiring peringatan hari Batik Nasional, Pemkab Sleman meluncurkan pameran batik di Gedung Dekranasda.
Kemudian meluncurkan program great sale dengan mengupayakan diskon 10 - 30 persen batik Sleman.
Program ini dirasa efektif, sebab Sekretaris Daerah Sleman mendorong bagi aparatur sipil negara untuk menggunakan batik selama 3 bulan full. Mulai dari Oktober - Desember.
Baca juga: Cerita Pemilik Warung Geprek di Sleman Saat Harga Cabai Melonjak di Tengah Pandemi
Hasilnya, perajin batik mengalami peningkatan omset.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian mencatat, dari kebijakan tersebut, perajin batik berhasil membukukan penjualan mencapai Rp 619 juta lebih.
"Kami harapkan, ini bisa berkelanjutan dan menjadi semacam geliat wisata. Mengingatkan bagi warga, kalau mau membeli batik ya ke Sleman," tutur Wulan. Apalagi Sleman memiliki batik dengan corak khas yaitu Parijotho salak.
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman, Harda Kiswaya mengakui, kebijakan tiga bulan bagi PNS untuk memakai Batik diapresiasi dan mendapatkan penghargaan dari Pemerintah pusat.
Karena, ternyata mampu mendongkrak sekaligus menumbuhkan geliat ekonomi bagi pelaku industri kerajinan batik di Kabupaten Sleman.
"Omzetnya bisa meningkat sampai 300 persen. Karena banyak yang akhirnya membeli batik baru. Kita akan sikapi, di tahun 2021, Sleman setiap 4 bulan, ada satu bulan batik terus, sehingga selama satu tahun (12 bulan) ada 3 bulan menggunakan batik," ujar dia.( Tribunjogja.com )