Sementara, Abiyyu Amajida menambahkan, produk ini dinamai UNYLoko dan diharapkan dapat dijual di kawasan Malioboro yang banyak memiliki toko souvenir.
Selain itu, pemasaran produk juga dilakukan dengan memanfaatkan media sosial dan toko jual beli online yang ada.
“Pemilihan pemasaran melalui media tersebut berdasarkan pada tren yang sedang berlangsung di Indonesia,” paparnya.
Retno Suci Agustin menjelaskan, barang bekas yang dibutuhkan untuk membuat miniatur itu di antaranya kaleng, kabel, mur baut, triplek, seng, kayu, kaca, dan paralon.
“Alat yang digunakan, yaitu gerinda, gunting, tang, lem korea, glue gun, cutter, gergaji besi, solder, palu, dan cat semprot," jelas Retno.
Proses pembuatannya dimulai dari perancangan produk, yaitu membuat desain tatakan, ukuran lokomotif, dan kaca penutup. Setelah itu, proses perakitan.
Dalam perakitan, kaleng ditempel dengan barang bekas yang lain seperti kayu, kabel, dan paralon untuk roda lokomotifnya.
Perekatan menggunakan lem dan dibuat se-estetik mungkin hingga mendekati bentuk lokomotif sebenarnya.
Langkah terakhir yaitu finishing dengan memberi cat menggunakan cat semprot kaleng serta diletakkan dalam tatakan. Produk miniatur lokomotif pun siap dipasarkan.
Karya ini juga berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Bidang Kewirausahaan tahun 2020.
Enggista menambahkan, ia berharap, ke depan bisa mempunyai online shop dan pengrajin khusus yang siap melakukan produksi.
"Kalau sekarang ini masih buat sendiri dan terhambat kesibukan kuliah," ucapnya.
"Juga semoga karya ini bisa dipatenkan sebagai karya anak bangsa. Soalnya karya ini bukan cuma miniatur saja, tetapi ada nilai edukasinya. Miniatur mengeluarkan suara juga tentang sejarah perkeretaapian di dunia dan Indonesia. Jadi produk ini menggabungkan nilai estetik dan edukasi. Nilai edukasi sebagai bagian dari ciri khas kampus UNY sebagai kampus pendidikan," tandasnya. (Tribunjogja/Maruti Asmaul Husna)