Sempurna, bahkan jika ada sobek atau lubang, akan segera ditutup menggunakan isolasi.
Lebih jauh, medan yang ditempuhnya bertipe tanah gembur, memiliki karakteristik mudah menyerap air, ketika diinjak kaki, memungkinkan terperosok, atau tergelincir.
Demi menyiasati itu, mereka bersembilan sepakat untuk tidak menggunakan alas kaki, namun masih ditutup dengan kain berwarna merah muda, agar seluruh tubuh tetap tertutupi, dan dapat berlajan dengan lebih baik.
"Kalau pakai sepatu nanti kemasukan air pas di sungai, bakal lebih susah juga untuk jalan," tuturnya.
Pukul 13.00 WIB, jenazah sampai di desa, keluarga meminta untuk menyolatkan dulu. Ismanto yang sudah bersiap, melihat ada sekitar delapan orang menyalati jenazah yang berada di dalam mobil ambulans.
Protokol yang ketat, membuat keluarga dari mendiang tak boleh terlalu dekat dengan jenazahnya
Semua tim telah berkumpul, menurunkan peti jenazah, dan membawanya dengan cara dijinjing.
Aturan membawa peti dengan protokol Covid-19 menjadi syarat penting, lantaran pengusung tidak boleh membawanya dengan cara ditandu di bahu, tidak boleh sejajar dengan wajah.
Alasannya, dikhawatirkan ada virus yang dapat terhirup langsung lewat celah kecil di masker yang dipakai oleh pengusung.
Walhasil, beban yang diangkat akan terasa lebih berat.
Seluruh satgas desa beserta pendamping dari BPBD DIY, MDMC, dan DPM, mulai memasuki seperempat jalan, dari sana jalanan sudah mulai menurun curam, samping kiri adalah jurang dengan estimasi kedalaman sekitar 50 meter.
Kondisi di Perjalanan
Jalanan licin sehabis hujan semalaman, menjadi kengerian bagi siapa saja yang melihat prosesi itu.
Apalagi lebar jalan hanya sekitar satu meter.
Salah-salah kaki melangkah, atau tergelincir sedikit saja, bisa terperosok ke jurang itu.