TRIBUNJOGJA.COM Yogyakarta -- Penumpang Kereta Api (KA) Jarak Jauh diwajibkan menunjukkan hasil Rapid Test Antigen yang negatif sebagai syarat untuk naik kereta api.
Kebijakan itu mulai diterapkan Mulai 22 Desember 2020 - 8 Januari 2021.
Manajer Humas Daop 6, Supriyanto mengatakan perjalanan kereta api di tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Penyebabnya adalaj masih ada beberapa kereta api yang belum beroperasi.
Namun karena pandemi PT KAI tetap mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah, yakni tetang penerapan protokol kesehatan (prokes) bagi pelanggan KAI salah satunya menunjukan rapid test antigen mulai 22 Desember 2020.
"Pemerintah sudah mengeluarkan aturan baru, terkait dengan syarat orang bepergian naik kerata api."
"Syarat utama selain tiket adalah penumpang wajib menunjukan hasil rapid test antigen dengan posisi non reaktif," ujarnya saat ditemui Senin (21/12).
Aturan tersebut sesuai dengan Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No 3 Th 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi Covid-19 dan Surat Edaran Kemenhub No 23 Th 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dengan Transportasi Perkeretaapian Selama Masa Natal Tahun 2020 dan Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi Covid-19.
"Hasil rapid test antigen berlaku selama 3x24 jam. Namun swab PCR masih dapat digunakan dengan masa berlaku 14 hari," imbuhnya.
Dari apa yang ia ketahui, hasil dari rapid test antigen dapat langsung diketahui setelah 20-30 menit.
Maka dari itu, ia mengimbau kepada calon penumpang agar dapat melakukan pemeriksaan h-1 keberangkatan.
"Jangan terlalu mepet dengan jadwal perjalan kereta api agar tidak sampai ketinggalan kereta. Untuk rapid tes antigen sudah bisa dilayani di stasiun tugu yogyakarta," paparnya.
Ia pun mengimbau agar masyarakat menaati aturan tersebut.
Dan tidak melakukan perbuatan curang seperti menggunakan calo.
eski demikian, sejauh ini belum ditemukannya adanya calo di stasiun Tugu Yogyakarta maupun Lempuyangan.
"Kalau kondisi tidak fit ya jangan bepergian, apalagi sampai minta bantuan calo. Kalau ketangkap akan kita proses sesuai dengan aturan yang berlaku," paparnya.
Bagi calo yang kedapatan melakukan aksinya di stasiun di bawah naungan Daop 6 Jogja, Supriyanto menegaskan jika pihaknya bakal melakukan tindakan tegas.
Calo akan ditangkap dan diserahkan ke pihak kepolisian untuk dilakukan proses hukum.
"Nanti prosesnya dari pihak kepolisian yang akan menindaklanjuti," ungkapnya
Kebijakan Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah Istimewa Yoguakarta (DIY) mengambil sikap tegas terkait adanya potensi lonjakan wisatawan saat libur natal dan tahun baru (Nataru) 2020, akibat kebijakan Pemrov Bali yang mewajibkan wisatawan melakukan tes swab sebelum masuk ke Bali.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, terkait adanya potensi lonjakan wisatawan yang merasa kesulitan masuk ke Bali, lalu berpindah tujuan destinasi wisata ke Yogyakarta, secara prinsip menyesuaikan aturan penerbangan dan kereta api.
Sultan meyakini bahwa setiap bandara wajib menyertakan tes swab bagi mereka yang ingin bepergian.
Namun demikian, Sultan lebih fokus pada pengetatan protokol kesehatan (prokes) di obyek wisata, hotel, dan beberapa restoran.
"Kalau ada yang positif akan saya tutup. Hotel akan saya tutup. Jadi saya ingin membangun bahwa masyarakat itu punya kesadaran sendiri," katanya kepada wartawan di Kepatihan, Kamis (17/12/2020).
Lebih lanjut Sultan menegaskan, selama ini pemangku kebijakan sudah banyak memberikan sosialisasi terkait penerapan prokes.
Ia menekankan agar PHRI dan ASITA agar patuh menerapkan SOP yang telah disusun untuk kebutuhan wisatawan.
"Jangan kami yang kuasa ini ngomong gitu terus, tapi masyarakatnya tidak mau menyadari. Untuk PHRI dan ASITA kami pengertiannya hanya prokes saja. Kamu yang bikin sendiri SOP nya, kalau ada yang positif saya tutup," tegas Sultan.
Sementara disinggung terkait penjagaan di perbatasan DIY, Sultan mengatakan hal itu sudah tidak diperlukan lagi.
Sultan kembali menegaskan, menurutnya penjagaan perbatasan hanya diawal saja karena saat ini sudah delapan bulan pandemi Covid-19.
"Mestinya masyarakat punyai kesadaran, mestinya bisa lebih baik, bukan lebih jelek. Sudah gak perlu gitu (dijaga-red)," ungkap Sultan. ( Tribunjogja.com | Nto |Hda )