Makna Filosofis Tiga Wayang yang Diwariskan Ki Manteb Sudarsono kepada Gading Pawukir

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ki Manteb Sudarsono dan Gading Pawukir Seno Saputro (kanan)

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Ada makna filosofis khusus saat dalang kondang Ki Manteb Sudarsono memberikan tiga wayang kepada putra mendiang Ki Seno Nugroho, Gading Pawukir.

Tiga wayang tersebut diberikan Ki Manteb kepada Gading Pawukir saat malam doa bersama tujuh hari meninggalnya Ki Seno Nugroho, Senin (9/11/2020) tadi malam.

Ki Manteb pun tak sembarangan memberikan tiga sosok wayang kepada Gading Pawukir, yang digadang-gadang kelak bakal menjadi penerus Ki Seno Nugroho.

Tiga wayang yang diberikan Ki Manteb adalah Gatotkaca, Janoko dan Buta Cakil.

Baca juga: Terima Kabar Ki Seno Nugroho Wafat, Ki Manteb Sudharsono Kaget, Hape Terlempar Jatuh dan Pecah

Baca juga: Tawaran Pak Manteb kepada Gading Pawukir Seno Saputro Anak Ki Seno Nugroho

Melalui pemberian tiga wayang itu, ternyata Ki Manteb secara tersirat menitipkan pesan khusus pada putra Ki Seno Nugroho tersbeut.

Menurut Ki Manteb, pemberian tiga wayang tersebut dengan harapan kelak Gading dapat meneruskan dharma sang Ayah, khususnya di dunia pewayangan. 

Ki Manteb mengatakan, wayang yang diberikan kepada Gading, termasuk Gatotkaca, merupakan wayang sabetan.

Adapun untuk pemberian wayang Janoko dan Buta Cakil, kata Ki Manteb, adalah dua tokoh wayang yang selalu dimainkan dalam perang kembang itu, yang memiliki makna tersendiri. 

"Susah-susahnya memainkan wayang itu Perang Cakil. Maka dari itu, si Gading saya gadang-gadang bisa memainkan perang cakil supaya bagus. Paling tidak seperti saya," ucapnya seusai memberikan wayang kepada Gading Pawukir di Dusun Gayam, Argosari, Sedayu, Bantul, Senin (9/11/2020) malam. 

Anak Ki Seno Nugroho, Gading Pawukir dan Nizar menunjukkan wayang pemberian Ki Manteb Sudharsono. (TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin)

Perang cakil atau perang kembang antara Janoko dan Buta Cakil menurutnya adalah perang Gendiran.

Saat memainkan adegan perang tersebut, sang dalang harus bisa memainkan dua tokoh wayang yang saling berlainan gerak.

"Satu tangan (geraknya) pecilakan, satu tangan lainnya halus. Jadi paling sulit," jelas Ki Manteb. 

Pemberian wayang kepada Gading juga dimaksudkan supaya anak Ki Seno Nugroho itu tumbuh rasa cintanya terhadap dunia perwayangan.

"Saya gadang-gadang memang bisa melebihi bapaknya," harap dia. 

Beri Tambahan Nama

Selain mewariskan tiga wayang, Dalang yang dikenal dengan Jargon "Oye" itu juga memberikan nama tambahan "Seno Saputro" kepada Gading Pawukir.

Sebab, Gading merupakan anak Seno Nugroho dan sudah dianggap seperti cucunya sendiri.

Dalang beken Ki Seno Nugroho memang telah tiada.

Baca juga: Ini Pesan Dalang Ki Manteb Sudarsono untuk Gading Pawukir, Putra Almarhum Ki Seno Nugroho

Baca juga: Orang Dekat Ungkap Detik-detik Terakhir Ki Seno Nugroho, Bapak Meninggal dengan Wajah Tersenyum

Namun demikian, Ki Manteb Sudharsono tetap optimis kelak di Yogyakarta akan muncul dalang kondang seperti Seno Nugroho. 

"Yang saya jagokan anaknya Seno itu. Menurut saya mudah-mudahan kacamata saya masih bisa melihat. Anak ini (Gading) akan menjadi baik," ucapnya.

Sama seperti Seno Nugroho yang sudah dianggap anak, Ki Manteb juga membuka pintu lebar-lebar kepada Gading apabila ingin belajar mendalang kepada dirinya.

Sempat Beri Pesan Khusus

Sebelumnya, Ki Manteb juga sempat menyampaikan pesan khusus setelah Ki Seno Nugroho meninggal dunia.

Kepada putra mendiang Ki Seno, Gading Pawukir, secara khusus Ki Manteb Sudarsono menyampaikan sederet pesan, permintaan, sekaligus tawaran.

“Seno itu punya bibit bagus, cucuku Gading Pawukir. Ayo nak, bapak sudah tidak ada, aku ya paham bagaimana rasanya kehilangan bapak, tapi sudahilah sedihmu,” pinta Ki Manteb.

Ki Manteb Sudharsono hadir di tahlilan 7 hari meninggalnya Almarhum Ki Seno Nugroho di Dusun Gayam, Argosari, Sedayu, Bantul.  (TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin)

“Kamu tangisi seperti apapun, bapak sudah tiada. Unen-unen mengatakan mikul dhuwur mendem jero, dadi terusno sejarahe bapakmu,” lanjut Ki Manteb.

“Kamu senang wayangnya Mbah Manteb, ayo belajar sama Mbah Manteb. Bapakmu dulu yang membesarkan ya aku,” lanjutnya.

“Bermain wayanglah yang baik, kalau bisa lebihi bapakmu. Ikhlaskan bapakmu, kamu yang meneruskan dharmanya,” ujar Ki Manteb yang masih terus mendalang di usianya yang cukup sepuh.

“Mau meniru bapakmu, apik. Mau meniru Mbah Mantep, ayo, kapan-kapan suk ketemu Mbah Manteb, tak ajari, mumpung Mbah Manteb masih bisa mengajari,” lanjutnya.

( tribunjogja.com )

Berita Terkini