Wakil Ketua DPRD Sebut Buruh di DIY Akan Miskin Terus jika Tidak Ada Terobosan Soal Pengaturan Upah

Penulis: Miftahul Huda
Editor: Hari Susmayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah elemen serikat pekerja menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD DIY, Kamis (8/10/2020). Aliansi buruh dari MPBI DIY itu menyatakan penolakan terhadap pengesahan UU Ciptaker Omnibus Law.

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) turut komentari terkait penetapan upah minimum 2021.

Sebagian dewan menganggap buruh atau pekerja di DIY biar pun sudah menerima gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK),  masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Hal itu disampaikan wakil ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana yang sejak awal menegaskan akan mengawal aspirasi para buruh.

Ia mengaku telah membicarakan hal itu kepada Gubernur DIY Sri Sultan HB X terkait gini rasio dan perkembangan ekonomi di DIY.

"Saya sempat diskusi dengan Ngarso Dalem. Intinya bagaimana ini orang udah dapat UMP tapi tetap saja miskin," katanya, Selasa (27/10/2020).

Huda melanjutkan, untuk mencukupi kebutuhan hidup seseorang, survei yang dilakukan selama ini selalu berada di bawah garis kemiskinan.

Sehingga hal itu menurutnya tidak masuk akal, dan akibatnya orang bekerja di perusahaan namun tetap saja miskin.

" Ini harus diberikan terobosan. Bagaimana bisa orang sudah bekerja tapi tetap saja miskin. Kalau seperti ini Jogja akan miskin terus, perlu diperbaiki," tegas anggota Fraksi PKS itu.

Baca juga: Resmi, Pemerintah Putuskan Upah Minimum 2021 Tidak Naik, Ini Pertimbangannya

Baca juga: Nasib Penetapan Upah Minimum Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih lanjut Huda menjelaskan, terkait terobosan itu, ia sependapat dengan Ngarso Dalem agar tim dewan pengupahan menentukan survei tidak pada hasil terendah.

"Itu yang menjadi diskuai kami. Ngarso Dalem sangat sepakat. Bahkan beliau bilang kalau begitu jangan pakai survei terendah," ungkapnya.

Misalkan terkait harga bantal yang variatif, mulai dari harga terendah Rp5 ribu hingga Rp15 ribu, ia menekankan agar tim survei dewan pengupahan memilih harga standar.

"Pilih saja harga Rp7 ribu supaya tidak pada harga terendah," ungkapnya.

Pihaknya mendesak supaya Disnakertrans DIY segera menindak lanjuti hal itu.

Karena Huda menegaskan jangan sampai orang sudah bekerja tapi masih miskin, sehingga indeks gini rasio di DIY menjadi tinggi.

"Mohon kepada Disnakertrans DIY segera tindak lanjuti. Jangan sampai orang sudah dapat UMP tapi tetap masih miskin," pungkasnya. (Tribunjogja/Miftahul Huda)

Berita Terkini