Paskah

Cerita Paskah yang Muram dan Kesaksian Seorang Umat yang Hancur Hatinya Tak Bisa ke Gereja

Editor: Yoseph Hary W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang peziarah Kristen berpakaian Yesus Kristus berdiri di depan pintu tertutup Gereja Makam Suci di Kota Tua Yerusalem pada 10 April 2020, menandai Jumat Agung, di tengah krisis pandemi COVID-19. - Semua situs budaya di Tanah Suci ditutup, terlepas dari afiliasi agamanya, ketika pihak berwenang berupaya mencegah penyebaran penyakit pernapasan yang mematikan, yang akan mencegah orang Kristen berkumpul untuk kebaktian Paskah, hari Minggu mendatang untuk para penyembah Katolik, kemudian Seminggu kemudian pada tanggal 19 April untuk Paskah Ortodoks.

Ada cerita perayaan masa pra Paskah yang terasa muram di tengah wabah Virus Corona di Yerusalem. Ketika seorang umat yang rumahnya tak jauh dari gereja bahkan tidak bisa pergi ke sana, hatinya pun hancur dan merasakan kesedihan mendalam. 

Inilah cerita paskah dan kesaksian seorang umat yang berusaha merayakan Paskah senormal mungkin di tengah pandemi Virus Corona di Yerusalem. 

Ilustrasi (net)

DIALAH Christian Sawsan Bitar, seorang warga dari Palestina yang berupaya untuk menyelamatkan normalitas suasana Paskah di tengah bayang-bayang wabah Virus Corona.

Bitar meletakkan telur Paskah di atas meja dan seekor kelinci mainan di atas meja rias, tentu dengan beberapa dekorasi.

Di kawasan Kristen Kota Tua Yerusalem yang disebut Bitar sebagai "rumah", jalanan sepi dan sebagian besar toko tutup selama dua minggu karena wabah Virus Corona.

Semua situs budaya di Kota Suci ditutup, terlepas dari apa pun afiliasi agama mereka, karena pihak berwenang berusaha mencegah penyebaran penyakit pernapasan yang tinggi penularannya itu.

Orang-orang Kristen dicegah untuk berkumpul dalam kebaktian Paskah.

Pun untuk Minggu Paskah yang dialami Bitar dan sesamanya yang beragama Katolik.

Begitu juga untuk mereka Kristen Ortodoks yang pada seminggu ke depan tepatnya pada 19 April akan merayakan natal.

Gereja the Holy Sepulchre

Meski terjadi peperangan dan perlawanan, Gereja the Holy Sepulchre, yang dibangun di atas situs di mana umat Kristen percaya bahwa Yesus telah disalib dan dibangkitkan kembali, sejauh ini tidak ditutup selama Paskah.

Hal ini dikonfirmasi oleh sejarawan Palestina, Johnny Mansour. Hal itu sudah dilakukan setidaknya selama satu abad.

The Sepulchre anggap sebagai situs paling suci dalam agama Kristen. Namun, untuk Misa Jumat Agung kali ini terpaksa dirayakan di balik pintu tertutup.

Biasanya, ribuan orang memperingati penyaliban Yesus pada Jumat Agung dengan prosesi penandaan 14 Stasiun Salib, rute yang diyakini orang Kristen saat Yesus berjalan sambil memikul salibnya sebelum dihukum mati.

Namun tahun ini, hanya empat orang yang melakukan prosesi di bawah pengawasan ketat polisi Israel dengan jalanan sempit di Kota Tua yang sebagian besar sepi.

Social distancing

Polisi banyak dikerahkan untuk memantau dan menegakkan aturan social distancing yang ketat di negara itu.

Kepolisian bahkan memberikan denda kepada salah satu wartawan yang tidak menghormati aturan jarak dua meter.

Hal ini dikonfirmasi oleh wartawan media Perancis AFP di tempat kejadian.

Bitar yang sudah berusia 60 tahun merasa "tertekan" karena tak bisa merayakan Paskah di gereja.

Sementara Israel yang menduduki Yerusalem timur dalam Perang Enam Hari pada 1967 dan kemudian mencaplok wilayah Palestina dalam tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional telah mengonfirmasi lebih dari 10.000 kasus infeksi virus corona di wilayah mereka, dengan 92 angka kematian.

Ada pun pihak Palestina, mengonfirmasi lebih dari 250 kasus dengan satu kasus kematian.

Yerusalem merupakan "jantung" dari perayaan Paskah dunia, namun tahun ini tidak sama layaknya tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2019, lebih dari 25.000 orang berkumpul di dekat Gereja the Holy Sepulchre untuk menghadiri Misa Palm Sunday yaitu menandai dimulainya Minggu Paskah.

Misa daring

"Tetapi meskipun dalam keadaan sulit, mungkin ada hal-hal positif," kata Ibrahim Shomali, juru bicara Patriarkat Latin di Yerusalem.

Minggu ini, menurut Shomali, Misa Paskah akan disiarkan di televisi dan di jejaring sosial.

Hanya enam biarawan yang akan hadir di gereja.

Menyaksikan massa secara daring akan menjadi satu-satunya cara Francis Gharfah dalam merayakan Paskah tahun ini.

Haus spiritualitas

Seorang Palestina dari Yerusalem timur, menyimpan dekorasi yang biasanya digunakan di dalam kotak penyimpanan ketika Paskah tiba dan memilih untuk tidak menyiapkan kue-kue tradisional.

"Situasinya dramatis," katanya kepada AFP, dia khawatir akan pekerjaannya di sebuah LSM, karena adanya Virus Corona.

Dia "sangat tersentuh" oleh foto-foto Paus Fransiskus yang merayakan Palm Sunday di Basilika Santo Petrus,

namun kondisinya kosong dan hanya ditemani oleh beberapa pria dan wanita yang masing-masing berada di bangku yang terpisah.

"Orang-orang haus akan spiritualitas," kata Shomali, yang menemukan harapan besar dalam "kembalinya iman" di masa kelam ini.

Bitar yang hancur hatinya

"Segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Saya harap kita akan menjadi orang yang berbeda, bahwa kita akan menghargai hal-hal yang berbeda," kata Bitar.

Dia meyakini proses itu akan terjadi begitu krisis virus corona berakhir.

Untuk menandai Paskah tahun ini, Bitar meletakkan kain yang dihias dengan gambar anak-anak ayam kuning kecil dan telur berbagai warna di pintu masuk rumahnya.

Keluarganya telah menciptakan sebuah studio foto yang diimprovisasi, putrinya dan cucu-cucunya menghias foto-foto yang dikelilingi oleh kelinci dan bunga.

Tetapi semua foto di dunia tidak akan sama dengan menghadiri gereja untuk Paskah.

"Kami tinggal lima menit dari Gereja the Holy Sepulchre dan kami tidak bisa pergi ke sana," katanya sedih. "Ini Menghancurkan hatiku," pungkas Bitar.

(*/ )

Artikel ini dikutip Tribun Jogja dari Kompas.com dengan judul "Akibat Covid-19, Paskah di Yerusalem Terasa Muram", https://www.kompas.com/global/read/2020/04/10/214731170/akibat-covid-19-paskah-di-yerusalem-terasa-muram?page=all#page2.

Berita Terkini