TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Gunung Merapi (2.930 mdpl) terus menunjukkan aktivitas vulkanik yang terhitung tinggi. Dalam 24 jam terakhir terjadi belasan hingga puluhan guguran material dan luncuran lava pijar.
Volume dan jarak luncurannya bervariasi. Sejauh ini jarak terjauh luncuran lava pijar yang terjadi adalah 1.700 meter, mengarah ke hulu Kali Gendol di lereng selatan. Luncuran lava pijar itu menjadi pertunjukan menarik sekaligus berbahaya.
Apa bahayanya yang perlu kita tahu?
Peneliti senior dan ahli Gunung Merapi, Drs Subandrio MSi menjelaskan, lava pijar yang jika malam hari jatuhannya berpendar-pendar seperti kembang api, adalah material sangat berbahaya.
“Suhunya sekitar 900 derajat Celcius,” kata Subandrio kepada Tribunjogja.com, Senin (14/1/2019) pagi.
Mengapa bisa sepanas itu? Menurut Pak Ban, panggilan akrab mantan Kepala BPPTKG Yogyakarta ini, lava pijar yang juga magma itu keluar dari perut gunung.
Ia memiliki kandungan utama Silika (SiO2). Kandungan Silika ini sangat menentukan karakteristik magma gunung berapi. Merapi memiliki kandungan Silika tinggi, berkisar 54-56 persen dari material yang dikeluarkan.
“Digolongkan magma andesitik. Selama ini, baik erupsi eksplosif atau efusif, tidak ada perubahan nilai silikanya,” katanya. Nah, faktor lain yang turut menentukan menurut Pak Ban adalah kandungan gas.
“Saat ini, kandungan gas dalam magma rendah. Sudah dilepaskan saat terjadi erupsi eksplosif pada 11 Mei hingga awal Juni 2014,” lanjut Pak Ban. “Sehingga magma yang keluar membentuk kubah lava, berat jenisnya relatif tinggi, viskusitas tinggi (kental), lajunya rendah,” tambahnya.
Data terakhir yang disampaikan BPPTKG Yogyakarta, sejak pertama kali diketahui terjadi pembentukan kubah lava pada 11 Agustus 2018, saat ini volume kubah lava baru sekitar 439.000 meter kubik.
Laju pertumbuhan lava rata-rata 3.400 meter kubik/hari, masih tergolong rendah karena di bawah 20.000 meter kubik per harinya. Meski tinggi guguran dan luncuran lava pijarnya, secara factual jarang sekali suara guguran itu terdengar langsung oleh telinga manusia di jarak aman.
Literatur yang dirilis BPPTKG Yogyakarta menjelaskan, Gunung Merapi memiliki tipe letusan vulkanian. Nama ini diadopsi dari nama gunung di Lipar, Italia. Erupsi gunung ini sangat khas, bersifat eksplosif dengan skala letusan dari lemah hingga katastrofik.
Magma yang membentuk erupsi tipe vulkanian bersifat antara basa dan asam (dari andesit ke dasit). Erupsi vulkanian terjadi karena lubang kepundan tertutup sumbat lava atau magma yang membeku di pipa magma setelah erupsi sebelumnya.
Diperlukan suatu akumulasi tekanan yang relatif besar untuk membuka lubang kepundan atau menghancurkan sumbat lava. Erupsi melontarkan material hancuran dari puncak gunungap tapi juga material baru dari magma yang keluar.
Salah satu ciri dari erupsi vulkanian yaitu adanya asap erupsi yang membubung tinggi ke atas dan kemudian asap tersebut melebar menyerupai cendawan. Asap erupsi membawa abu dan pasir yang kemudian akan turun sebagai hujan abu dan pasir.