Kulonprogo

Warga Penolak Bandara Sebut Kunjungan Bupati Tak Berefek Apapun

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha
Editor: Ari Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo menemui langsung sejumlah warga penolak bandara, Selasa (17/4/2018) malam.

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Warga penolak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon mengganggap kunjungan Bupati Kulonprogo menemui warga tak berefek apapun.

Pendirian warga tetap pada sikapnya selama ini untuk menolak proyek pembangunan tersebut tanpa syarat apapun.

Seperti diketahui, Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo pada Selasa (17/4/2018) malam lalu mengunjungi rumah warga penolak dari Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) di Pedukuhan Sidorejo, Desa Glagah.

 Ia berupaya berkomunikasi agar warga bisa memahami tujuan pembangunan bandara dan dengan kesadaran sendiri bersedia mengosongkan lahan serta segera pindah dari areal lahan cakupan Izin penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara tersebut.

Namun begitu, penjelasan Hasto rupanya tak cukup mempan untuk merayu warga agar melunak hatinya.

Warga tetap bertahan untuk tidak melepaskan tanahnya demi pembangunan tersebut.

Mereka menyatakan tetap tidak mau menjual tanah yang ditempati itu.

Baca: Bupati Kulonprogo Penuhi Janji, Temu dan Tatap Muka Warga Penolak Bandara

Seorang warga penolak, Sofyan mengatakan tidak ada efek apapun dari kunjungan bupati itu dan pasca itu masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa tanpa sesuatu berubah. 

Warga juga tidak menginginkan diskusi apapun lagi jika menyangkut persoalan pembangunan bandara dan upaya merayu agar warga bersedia melepas tanahnya.

Dalam hal ini, kata Sofyan, Bupati sudah melihat sendiri keteguhan sikap warga dalam menolak pembangunan bandara.

"Beliau sudah buktikan bahwa warga memang menolak tanpa syarat," kata Sofyan, Kamis (19/4/2018).

Disebutkannya, dalam pertemuan itu Bupati tidak menawarkan apapun kepada warga supaya berubah pikiran dan bersedia menyerahkan lahannya untuk pembangunan bandara.

Termasuk tidak menawarkan hunian pengganti bagi warga yang masih menolak ataupun sebagainya.

Pun warga juga tidak menginginkan pemberian apapun kecuali mempertahankan hak atas ruang hidupnya selama ini.

Hal ini menurut Sofyan menjadi bukti atas sikap penolakan tanpa syarat yang dipegang warga.

Baca: Warga Kulonprogo Temukan Burung Langka di Halaman Rumahnya

Disinggung terkait posisi Bupati sebagai pengayom masyarakat, Sofyan cenderung ragu untuk menjawabnya saat ini.

Menurutnya, selama ini sudah seringkali terjadi pemaksaan kehendak dari pihak terkait kepada warga penolak, baik dengan cara halus maupun dengan kekerasan. 

"Kita lihat nanti. Setelah (bupati) tahu, mendengar langsung suara warga bahwa warga menolak tanpa syarat, apa mereka tetap akan memaksa, baik secara halus maupun dengan kekerasan. (Dari situ) baru bisa dinilai pengayom atau tidak," kata Sofyan.

Puluhan rumah milik anggota PWPP-KP hingga kini masih berdiri di Desa Palihan dan Glagah.

Kelompok warga itu bersikap tak acuh atas segala proses pengadaan lahan untuk pembangunan bandara tersebut.

Termasuk, proses konsinyasi dana ganti rugi pembebasan di mana bidang tanah dan rumah yang mereka tinggali juga tercakup di dalamnya.

Warga menilai tanah itu masih menjadi miliknya dan masih mengantongi sertifikat hak milik atas tanah tersebut. 

Maka itu, warga menilai pihak terkait dalam pembangunan bandara cenderung memaksa warga untuk melepas tanahnya, baik dengan pendekatan halus maupun cara lainnya. 

Baca: Sosialisasikan Pemilu 2019, KPU Kulonprogo Gelar Pertunjukan Wayang Kulit

Sementara itu, Hasto mengaku tak kapok dan berniat untuk mendatangi warga kembali di waktu selanjutnya yang belum ditentukan.

Ia menyatakan memang ingin bertemu dan berkomunikasi dengan warga sebelum terjadinya eksekusi pengosongan lahan.

Omongan itu dan kali ini dibuktikannya meski berakhir nihil dan warga tetap pada pendiriannya untuk menolak bandara.

Hasto menegaskan dirinya ingin tetap menemui satu per satu warga yang masih menolak pembangunan bandara dan bertahan tinggal di dalam area IPL.

Hal ini sebagai upaya pendekatan persuasif kepada warga. Dengan harapan, warga bisa memahami terkait pentingnya pembangunan bandara itu.

"Kalau sampai masa eksekusi dan saya belum ketemu mereka satu per satu, rasanya ada yang ngganjel (mengganjal)," kata Hasto.(TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkini