7 Penulis Berkolaborasi dalam 'Syak Merah Jambu'

Penulis: Yudha Kristiawan
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Launching Syak Merah Jambu. Para penulis membacakan masing masing tulisan mereka.

Di antaranya, ada tema jatuh cinta tiba tiba, memelihara ingatan, siapa aku fall on love with the people i cant have, surat rindu, 1998, tiga hal bodoh yang tak akan pernah kusesali dan tiga hal yang mudah membuatku menangis.

Masing-masing penulis menuliskan cerita dari satu tema besar tersebut.

Melalui metode tulisan tematik ini, dalam satu buku semacam kumpulan cerpen ini, pembaca akan disuguhi pengalaman hidup penulis dalam setiap tema.

Seperti bagaimana masing masing penulis menggali pengalaman tema 1998.

Padahal waktu itu umur penulis tergolong masih muda untuk mengetahui dan merasakan apa yang terjadi di tahun 1998.

Namun justru itu jadi sebuah potensi ide tulisan yang menarik untuk dibagikan ke khalayak.

"Sempat ada yang tidak percaya diri. Aku yakin kan kalau pengalaman tahun 1998 dibagi buku dan permen hasil jarahan kala itu merupakan satu pengalaman yang sangat berharga untuk diingat dan dijadikan tulisan. Untuk itulah kami selalu berusaha memelihara ingatan dengan cara menuliskannya," ujar Vika.

Lain halnya pengalaman Endro Gusmoro, ia merasakan betapa aku, itulah kata yang terlontar dari mulutnya setelah selesainya acara launching buku Nyincing Daster Club ( NDC ) yang pertama, pada tanggal 10 Maret 2018, dengan judul Syak Merah Jambu.

Betapa tidak, karena ia tidak pernah sebelumnya memiliki angan angan untuk berpartisipasi menulis dalam sebuah buku.

Ajaib, mengingat pekerjaan yang ia tekuni selama ini adalah penata suara dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan dunia buku.

"Ini ajaib, karena sampai detik ini saya harus berjuang dengan sangat keras untuk bisa fokus membaca sebuah teks naskah siaran, apalagi membaca sebuah buku. Ajaib, karena saya hanya satu satunya anggota NDC yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan NDC menyuarakan hati perempuan," ujar Endro.

Galuh Sitra juga memiliki pengalaman tak kalah sensual dengan karya pertamanya yang dibukukan ini.

Kebiasaan menulis yang ia mulai sekitar awal 2010 lantaran berada di tanah rantau.

Ia merasa harus menanggung segalanya seorang diri, maka buku harian adalah teman paling baik dan paling bijak yang ia miliki.

Kebutuhan menulis berkelindan dengan kebutuhan membaca, maka ia berusaha memenuhi keduanya.

Halaman
123
Tags:

Berita Terkini