Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, menggelar seminar Geohazard.
Seminar ini mengambil tempat di auditorium Kantor BPPTKG, Selasa (15/8/2017) pagi ini.
Adapun pembicara dalam seminar tersebut yaitu, Ir. I Gusti Made Agung Nandaka, DEA, Kepala BPPTKG Yogyakarta dan Prof Dr. Ing. Francois Beauducel, Peneliti IRD-IPGP.
Seminar diawali dengan paparan singkat oleh Kepala BPPTKG mengenai sejarah dan manfaat monitoring dalam mitigasi bencana letusan Gunung Merapi.
Ia mengatakan, Gunung Merapi merupakan Gunung berapi yang aktif dan kerap meletus dengan rata-rata 4 tahun sekali.
Monitoring mengenai aktivitas gunung api di Indonesia sendiri sudah dilakukan sejak tahun 1920 sampai sekarang, monitoring dilakukan dengan dua jenis.
"Monitoring gunung api dilakukan secara episodik dan continous. Monitoring penting untuk memprediksi adanya letusan," katanya.
Lanjutnya, monitoring terhadap Gunung Merapi memang dilakukan pihaknya untuk memprediksi letusan.
Namun, tidak serta merta prediksi yang dihasilkan dari monitoring selalu tepat, prediksi mengenai letusan kerap berubah-ubah.
"Dari monitoring memang bisa memprediksi letusan gunung api, tapi tidak bisa secara tepat dan sering berubah. Hal tersebut secara alamiah kerap terjadi, dan sudah melekat dengan hal-hal geologi," jelasnya.
Ia menambahkan, dalam melakukan pemantauan kadang ada banyak faktor yang menghambat, seperti medan, suhu, cuaca, biaya pemeliharaan dan perbaikan mahal, stasiun penjagaan tidak dijaga. (tribunjogja.com)