Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota Yogyakarta angkat tangan menangani kawasan Pasar Kembang yang digunakan sebagai lahan subur praktik prostitusi di Kota Yogyakarta, lantaran terganjal regulasi yang ada.
Padahal kawasan yang berada di jantung Malioboro tersebut, jelas-jelas ilegal.
Kepala Bidang Pengendalian Operasional (Dalops) Dinas Ketertiban (Dintib) Kota Yogyakarta, Totok Suryonoto, menuturkan, pihaknya belum dapat melakukan penindakan atas praktik prostitusi yang terjadi pada kawasan Pasar Kembang.
Pasalnya secara hukum, kawasan pasar kembang sejak awal bukan merupakan lokalisasi.
Namun lebih kepada kegiatan usaha penyewaan pondokan oleh masyarakat, namun pada praktiknya disalahgunakan menjadi lahan subur untuk prostitusi.
"Secara hukum, Sarkem itu belum pernah diresmikan dan diakui secara hukum sebagai lokalisasi. Kalau ada kegiatan prostitusinya berarti merupakan praktik liar dan ilegal. Kami tidak berniat untuk meresmikan ataupun membubarkan, kecuali sudah menganggu ketertiban masyarakat," tandas Totok, Senin (22/2/2016).
Merujuk kepada Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 18 Tahun 1954 Tentang larangan Pelacuran di tempat umum, Totok menjelaskan, regulasi daerah tersebut hanya melarang pelacuran yang ada di tempat umum.
Sedangkan modus yang digunakan pelaku prostitusi di kawasan Pasar Kembang adalah dengan menempati pondokan-pondokan tertutup yang bersifat pribadi.
Ia mengatakan, satu-satunya yang dapat ia tindak adalah minuman keras ataupun perjudian, sedangkan untuk prostitusi, pihaknya masih belum dapat menindak tegas, karena praktik dilakukan secara terselubung.
"Kami tak bisa melakukan penindakan jika pelaku praktik prostitusi sendiri bukan di tempat umum, jadi selama ini kami hanya bisa menindak minuman keras dan perjudian saja," ujar Totok. (tribunjogja.com)